
Kendati ada penyetopan penerbangan dar/ke Tiongkok, tingkat hunian hotel di Badung rata-rata masih stabil alias tidak terjun bebas. Hal itu diungkapkan Ketua PHRI Badung IGN Rai Suryanegara, Kamis (6/2) kemarin. Dia yakin tidak akan terjadi PHK karena stakeholder pariwisata di Badung sudah tangguh dalam menghadapi berbagai guncangan dan mampu menyiasati kondisi yang ada.
SURYANEGARA juga mengapresiasi langkah recovery yang dilakukan pemerintah Tiongkok dalam menghadapi kondisi saat ini. Pihaknya tentu mengacu pada kebijakan yang dilakukan Presiden Jokowi, salah satunya mengenai pembatalan penerbangan ke dan dari Tiongkok.
Suryanegara mengaku prihatin akan apa yang terjadi di dunia, dan kondisi ini memang cukup berdampak pada pariwisata Bali. Hal itu karena wisatawan Tiongkok selama ini memberikan sumbangan paling besar kunjungan dari sisi kuantitas. Bahkan tahun ini, sesuai MoU yang ditandatangani di Beijing, kunjangan turis Tiongkok ke Indonesia ditarget dua juta. “Namun begitu ada kondisi ini, kita harus berinovasi untuk mengatasinya agar jangan sampai terpuruk,” imbuhnya.
Pria yang juga Ketua BPPD Badung ini mengaku sempat berkomunikasi dengan menteri pariwisata soal up-date kondisi pariwisata Indonesia saat ini. Sedangkan Bali selama ini menjadi hub-nya pariwisata Indonesia.
Dalam koordinasi tersebut, dia mengaku menyampaikan beberapa usulan yakni meningkatkan pasar domestik dengan menetapkan paket weekend untuk hotel, restoran, dan mall.
Selain itu semua pertemuan agar dibawa ke Bali. Sedangkan untuk pesawat, yang tadinya ke Tiongkok, dialihkan saasarannya ke pasar India. Negara ini sebagai penyumbang terbesar kedua wisatawan ke Bali, setelah Tiongkok. Tentunya dengan membuka penerbangan ke New Delhi dan Mumbay. Ternasuk melakukan penerbangan setiap hari ke Jepang.
“Orang Jepang yang bepergian ke luar negeri mencapai 16 juta. Sedangkan Bali hanya kebagian 250 ribu. padahal dulu sangat booming. Untuk outbond kita ke Jepang hanya 350 ribu,” bebernya.
Ketiga: pangsa pasar Eropa juga harus ditingkatkan dengan sasaran Inggris, karena Bali masih menjadi favorit buat mereka. “Harus direct (langsung) ke Bali, jangan melalui Medan. Termasuk menyasar turis Amerika dan Timur Tnegah,’’ tegas Suryanegara.
Dia yakin jika Bali kehilangan turis Tiongkok ini bisa diganti dengan pasar Eropa atau Amerika, maka kondisi pariwisata cepat stabil. Hal itu karena masa tinggal wisatawan Eropa dan Amerika lebih panjang ketimbang turis Tiongkok.
“Memang ada yang mengeluh, namun kita tetap bersyukur karena market lain masih stabil. Tingkat hunian hotel masih 50 persen. Bahkan ada yang 60 sampai 70 persen,” ungkap Suyanegara.
Sebagian pengusaha pariwisata sudah tahu cara mengatasi pernasalahan dengan melakukan pasar campuran alias tak hanya mengandalkan satu pasar.
“Saya optimis tiga bulan bisa recovery (pemulihan) dan tidak ada PHK. Siasati dengan memberi cuti, libur panjang, dan beberapa solusi lain. Bali sudah berpengalaman tentang berbagau isu,” pungkasnya. (sug)