Mangupura, DenPost
Kebijakan Pemerintah Pusat tak melakukan pungutan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) selama enam bulan, menuai reaksi sejumlah pihak termasuk legislator di Kabupaten Badung. Kebijakan tersebut dinilai sangat merugikan Bali dan Badung khususnya karena pendapatan mereka dari sektor pariwisata. “Apa dasar kebijakan itu dan kajiannya seperti apa nantinya? Kalau Pusat nantinya memberikan insentif apakah cukup segitu? Kalau ada DAK atau DAU dari Pusat khusus untuk Badung sebesar Rp5 triliun mungkin kebijakan ini bagus, tapi hal itu saya ragukan,” ujar Wakil Ketua DPRD Badung, Wayan Suyasa, Rabu (26/2).
Lebih lanjut Suyasa mengatakan, jika kebijakan ini diberlakukan sejumlah kebijakan pemerintah di Bali tak akan berjalan. “Kami harapkan pejabat di Bali, seluruh kabupaten/kota bisa duduk bersama untuk menyikapi permasalahan ini. Jangan pajak-nya diutak-atik, karena kami rasa, wisatawan tak ada komplin untuk membayar pajak , ambil kebijakan lain atau berikan subsidi wisatawan dengan penurunan pajak atau diskon ke sejumlah objek wisata. Itu saya rasa lebih efektif. Ketimbang membebaskan pajak hotel dan restoran,” katanya.
Namun demikian, Pemkab Badung menyatakan masih menunggu kepastian tersebut. Sebab, hingga Rabu (26/2), belum ada ketentuan lebih lanjut. “Kan belum resmi (kebijakan tak memungut PHR-red). Kalau sudah ada pemberitahuan atas dasar peraturan dari Pusat baru kita sampaikan ke WP,” ungkap Kepala Bapenda Badung, I Made Sutama.
Berkenaan dengan itu, saat ini pihaknya masih menerapkan pungutan PHR seperti yang sudah berjalan. “Kami masih berjalan seperti biasa sebelum ada ketentuan yang mengatur. Dasarnya apa, kapan mulai, dan seterusnya,” pungkasnya. (115)