Dauh Puri, DenPost
Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumem Bali, I Putu Armaya, menilai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang diperintahkan Presiden Jokowi, belum diterapkan secara optimal. Informasi itu ia dapat dari sejumlah pengaduan dalam jaringan oleh masyarakat konsumen. Kata dia, hingga saat ini masyarakat yang menjadi debitur masih melakukan kewajiban tanpa mendapat program relaksasi. Itu dikatakannya Selasa (31/3) melalui siaran pers di Denpasar.
Selama Maret 2020, pihaknya melayani konsultasi sebanyak 35 orang, sebagian besar dari mereka konsumem dengan kredit macet di bank maupun penagihan. “Kebanyakan konsumen mengadu saat kreditnya macet lalu ditagih, disuruh membayar angsurannya oleh pihak bank maupun leasing, namun belum sampai terjadi intimidasi,” terangnya. Kata dia, kondisi ini tidak lepas dari mewabahnya Covid-19, yang berkorelasi terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi.
“Nah begitu juga berimbas terhadap kewajiban konsumen dalam membayar kredit, mau makan saja susah, bahkan ada yang sampai menjual barang untuk menghidupi keluarga untuk biaya makan,” imbuh Armaya. Ia mengusulkan agar pihak perbankan dan penagihan di Bali memberikan keringanan kepada konsumen sesuai arahan Presiden Joko Widodo, untuk kelonggaran kredit sampai satu tahun. Ini mengingat sebagian masyarakat tidak punya penghasilan tetap.
“Jangan sampai konsumen tetap dipaksa oleh juru tagih baik dari leasing dan perbankan, biar tidak terjadi kekacauan di masyarakat, padahal restrukturisasi kredit diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus perekonomian sebagai kebijakan Countercyclical,” ungkapnya. Dalam penerapannya, kata dia, tentu diseuaikan oleh kebijakan masing- masing bank, melalui peninjauan terhadap profil dan kapasitas membayar dari konsumen. (wir)