
Semarapura, DenPost
Sebuah palinggih bedugul ditemukan warga di Subak Pegatepan Tempek Pemedilan, persisnya di perbatasan Dusun Sangging dan Kacangdawa Desa Kamasan, Klungkung. Palinggih ini diduga terkubur lahar Gunung Agung saat meletus pada tahun 1963 atau 57 tahun silam. Palinggih tersebut ditemukan di dalam tanah dengan kondisi masih utuh. Warga meyakini palinggih bedugul tersebut ada kaitannya dengan Pura Puseh Katyagan yang berada di sebelah barat lokasi penemuan. Pura Puseh Katyagan ini juga dipercaya sudah ada sejak peradaban atau zaman Rsi Markandya.
Penemuan palinggih bedugul ini berawal dari upaya Klian Pura Puseh Katyagan, Ida Bagus Ketut Danendra untuk mencari lima palinggih yang keberadaannya hilang dalam beberapa tahun silam akibat tertimbun material erupsi Gunung Agung. Apalagi dari pihak pengempon pura ada rencana menggelar Karya Agung di Pura Puseh Katyagan. Jadi sebelum menggelar karya, pihak pengempon pura berusaha melengkapi purana dengan mencari situs yang ada di sekitar pura.
“Saya berusaha cari informasi dari para tetua, bahwa dulu sebelum Gunung Agung erupsi tahun 1963 di lokasi ini merupakan alur sungai yang fungsinya sebagai petirtaan. Dulu konon di lokasi ini memang ada sebuah palinggih bedugul sehingga saya gali,” ujar Klian Pura Puseh Katyagan, Ida Bagus Danendra, Selasa (26/5).
Diperkirakan ada lima palinggih di sekitar Pura Puseh Katyagan yang dulunya terkubur lahar Gunung Agung, seperti palinggih Pemajangan, palinggih Bedugul, palinggih Gunung Batur, palinggih Surya, dan palinggih Batu Lapak. Setelah memperkirakan titik lokasi yang tepat, Ida Bagus Danendra bersama empat warga lainnya mulai menggali tanah untuk mencari keberadaan palinggih tersebut. Penggalian dimulai Minggu (26/4) lalu dan baru Jumat (22/5) tepatnya pada hari Tilem Sasih Desta ditemukan.
Pertama ditemukan ujung palinggih, di kedalaman sekitar 1,5 meter. Lalu terus digali, sampai semua palinggih di kedalam sekitar lima meter. Palinggih kuno itu masih tampak utuh, walau sempat tertimbun material dari erupsi gunung Agung. Dari bentuknya, Danendra memperkirakan palinggih itu dibangun ditahun 1930-an
” Pasca erupsi Gunung Agung tahun 1963 aliran sungai ini dan petirtaan di sini hilang. Tapi setelah kita temukan maka akan ditata lagi,” jelasnya.
Setelah penemuan palinggih itu, Ida Bagus Danendra langsung berkoordinasi ke Camat Klungkung Komang Wisnuadi. Lalu kabar itu diteruskan ke Dinas Kebudayaan, Pemuda, dan Olah Raga Klungkung. Bersama tim Cagar Budaya, mereka langsung turun melakukan pengecekan ke lokasi, Selasa (26/5). Namun untuk memastikan apakah situs itu masuk peninggalan purbakala atau tidak, maka mereka akan bersurat ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) dan Balai Arkeologi. (119)