
Bangli, DENPOST.id
Meraih penghargaan desa terbersih, bukanlah tujuan dari sebuah desa sebagaimana diterapkan di lingkungan Desa Wisata Penglipuran, Kelurahan Kubu, Bangli. Namun, bagaimana bisa menjaga keharmonisan alam lingkungan, keharmonisan dengan sesama makhluk dan tentunya sebagai syukur kepada Tuhan sebagai pemilik alam semesta dengan konsep Tri Hita Karana.
Hal inilah yang menjadi roh dari Sat Kerthi Loka Bali yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Bali melalui Gubernur Bali, I Wayan Koster. Demikian ditegaskan Jro Bendesa Penglipuran, I Wayan Supat pada Gerakan Satu Juta Krama dan Yowana Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali menuju Era Baru di Wantilan Lingkungan Penglipuran, Kamis (24/12/2020).
Kegiatan ini dihadiri perwakilan seka teruna atau yowana dari empat kecamatan di Bangli.
Wayan Supat menegaskan jika sedari awal pihaknya di Penglipuran sudah menerapkan konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali tersebut. Hal itu bisa dibuktikan dengan kondisi saat ini yang sampai menjadikan wilayahnya sebagai desa wisata terbersih yang diakui dunia tahun 2016. Kebersihan di desa wisata ini rupanya sudah terjadi sejak dulu kala, diawali para mediang leluhurnya. Budaya itu ternyata tak lekang meskipun para sesepuh terdahulu sudah tidak ada.
“Kami sebagai generasi penerus termasuk generasi muda (yowana) nantinya terus mewarisi budaya bersih yang para leluhur kami telah lakukan dulu. Ini sudah melekat dalam kepribadian kami di sini, jadi tidak ada keterpaksaan,” katanya.
Disebutkan, wilayah Penglipuran berada di areal tanah seluas 112 hektar. Terdiri dari 9 hektar untuk pemukiman, dikelilingi hutan bambu seluas 45 hektar, tegalan 55 hektar dan 5 hektar untuk fasilitas umum. Karena berada di wilayah yang dikelilingi hutan bambu, pihaknya menerapkan konsep ekonomis dan ekologis dalam pengolahan sampah. Maksudnya tak semata mengharapkan pendapatan, namun lebih ke nilai ekologisnya. “Harus ada resapan, makanya hutan bambu kami rawat dengan baik untuk menjaga lingkungan misalnya saat ada hujan di utara. Ini tentu sangat penting,”ucapnya.
Hal yang sama juga disampaikan Kaling Penglipuran, I Wayan Agustina dan Wakil Kepala Lingkungan, I Nyoman Setiawan yang juga sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut. Setiawan yang juga sebagai pengelola sampah di Penglipuran menerangkan untuk sampah dipilah menjadi dua, yakni organik dan non-organik. “Untuk yang non organik seperti sampah plastik, botol plastik dan sejenisnya kami bekerjasama dengan bank sampah. Jadi tiap hari ibu PKK kami yang mengumpulkan sampah itu ke rumah tangga lalu dipilah. Yang bisa didaur ulang dan bernilai seni maka akan dijadikan karya seni. Yang tak bisa diolah baru dibawa ke TPA melalui Dinas Lingkungan Hidup,” ujarnya.
Sedangkan sampah organik seperti dedaunan tertutama daun bambu kering, mereka olah menjadi pupuk. Pupuk yang sudah jadi kembali dibagikan ke warga untuk menyuburkan semua tanaman, baik bunga dan lainnya yang ada di masing-masing rumah warga. Selebihnya pupuk organik tersebut dijual bahkan kini sudah beredar di beberapa kabupaten/kota di Bali, terutama para komunitas bunga, bonsai dan tanaman lainnya. “Mari hilangkan kesan kalau sampah menjadi musuh, namun jadikan sampah justru berguna bagi kehidupan bahkan mendatangkan uang,” tandasnya. (128)