Pandemi Covid-19, Pemerintah Mesti Menjamin Kelangsungan Penggunaan Kontrasepsi Modern

PEMBICARA KUNCI - Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG, saat menjadi pembicara kunci dalam pertemuan ilmiah bertema “Memperkuat Kebijakan dan Strategi Implementasi Program KB-KR Berdasarkan Data dan Kajian Ilmiah”, Rabu (30/6/2021).

Denpasar, DENPOST.id

Selama tiga hari digelar secara virtual, pertemuan ilmiah dengan tema “Memperkuat Kebijakan dan Strategi Implementasi Program KB-KR Berdasarkan Data dan Kajian Ilmiah”, Rabu (30/6/2021) berakhir. Acara yang diinisiasi Pusat Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gajah Mada bersama Rutgers WPF Indonesia dan didukung Konsorsium “A Champion of Indonesia Family Plannning and Reproductive Health” itu ditutup dengan seminar virtual yang menghadirkan pembicara kunci, dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG dan dr. Budi Utomo.

Hasto Wardoyo yang juga merupakan Kepala BKKBN tersebut membawakan materi “Perlunya Memenuhi Hak Dan Kebutuhan Remaja Akan Informasi, Konseling Dan Pelayanan KB-KR”, sementara Budi Utomo membawakan “Post Pregnancy Family Planning (PPFP) Choices Study 2017 – 2020”.

Penanggung Jawab Penyelenggara Pertemuan Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR), Prof. Dr.dr. Siswanto Agus Wilopo, usai menutup acara mengatakan, seminar ini menampung kerja keras dari para anggota konsorsium dalam penelitian, demonstrasi intervensi baru dan evaluasi Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) di Indonesia. Beberapa pembicara berasal dari institusi pemerintah seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nsional (BKKBN) dan juga universitas.

“Kebutuhan memperoleh bukti ilmiah diperlukan oleh semua pihak khususnya BKKBN dan Kementerian Kesehatan. Hasil penelitian dan seminar ini dapat diperoleh atau tersimpan di laman website icifprh.com sampai tahun depan,” terangnya.

Lebih lanjut dikatakan, prioritas penting bagi pemerintah dalam menyukseskan program KB adalah mencegah dampak Covid-19 dengan menjamin kelangsungan penggunaan kontrasepsi modern. “Dalam hal ini pembiayan BPJS perlu dimaksimalkan, termasuk pelayanan di sektor swasta agar mendapat komuditi dari BKKBN,” ujarnya.

Berita Terkait :

Topik lain yang juga menjadi pembahasan adalah masalah kesehatan reproduksi remaja yang menunjukkan berbagai inovasi baru. Karena itu menurut Siswanto, amat penting memodali remaja dengan informasi kesehatan reproduksi yang memadai. Sayangnya, lanjut Siswanto, hasilnya belum cukup menggembirakan. Salah satu pemicunya cakupan informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja masih rendah, sementara dorongan dari luar yang menekan anak-anak remaja sehingga berperilaku yang negatif itu jauh lebih besar.

“Ini termasuk dorongan yang berasal dari media-media sosial. Kadang- kadang informasinya benar-benar bertentangan dengan informasi yang seharusnya diberikan kepada remaja. Untuk itu kelompok sebaya, teman sekolah, juga orangtua perlu mendapat bekal mengenai kesehatan reproduksi remaja yang cukup dan benar. Inilah PR besar yang menjadi tantangan, dan apa yang disampaikan dalam seminar ini  yang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin,” paparnya.

Advertising
Advertising

Hasil-hasil dari seminar ini menurut Siswanto akan disampaikan kepada pemerintah khususnya kepada BKKBN dan Depkes untuk menjadi pertimbangan dalam perbaikan model program KBKR ke depan. “Tahun depan kita akan menyelenggarakan seminar ini secara internasional, tepatnya di bulan Juli 2022. Harapan kita, dengan menampung bukti-bukti imliah yang sudah ada ini, para pemangku kepentingan bisa memperbaiki kebijakan program KBKR di masa depan,” ucapnya.

Sementara itu Ketua Komite Ilmiah, Prof. Dr. Meiwita P. Budiharsana, MPA, PhD, mengatakan, kendati waktu mempersiapkan seminar ilmiah ini cukup pendek, namun pihaknya mengapresiasi acara ini bisa terselenggara dengan baik. “Dari sisi kekuatan, kita memang berhasil dalam waktu singkat mengembangkan jejaring yang lumayan. Untuk menghubungkan kesehatan reproduksi dengan kesehatan reproduksi remaja itu tidak mudah, tetapi kita sudah berhasil,” katanya.

Meski begitu, Meiwita juga menyampaikan kelemahan dari seminar ini yakni masih belum menciptakan kemitraan yang maksimal dengan remaja. “Misalnya untuk menentukan agenda acara, kita perlu sesuatu baru yang kreatif dan menarik. Tapi ini masih berbau seperti yang biasa. Tahun depan mungkin kita akan lakukan perubahan dan ini menjadi bahan pertimbangan bagi kami mengubah cara berpikir dan mengubah cara merespons pandangan remaja,” katanya.

Dia juga sedikit mengkritisi BKKBN yang menyatakan membuka opportunity (kesempatan) untuk bekerjasama. Namun menurut Meiwita, Kepala BKKBN justru belum bisa memberikan jaminan yang sederhana mengenai akses mendapatkan informasi tanpa diskriminasi. Ibaratnya, kata Meiwita, materi-materi dari Rutgers, UNFPA semua menyasar ke sana (informasi kesehatan reproduksi) tapi tidak ada pintu terbuka mengarah ke situ. “Pintu di UU No.53 tentang Kependudukan masih tertutup. Bagaimana dia bisa membuka kesempatan bekerjasama tapi tidak ada jalan pintu masuk? Ini sesuatu yang harus menjadi terobosan jika kita kembali menyelenggarakan kegiatan ini tahun depan. Apa gunanya? Gunanya agar kita bisa memperbaiki, melihat perbandingan antara kekuatan dengan kelemahan juga peluang. Jika masih ada ancaman undang-undang yang menutup pintu kesehatan reproduksi remaja tanpa bisa memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada remaja, maka kita tidak bisa memperbaiki dan hanya di situ-situ saja,” pungkasnya. (111)

Posting ini diterbitkan pada Rabu, 30 Juni 2021 19:26

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai*

Berita Terkait :
Berita Terkini

This website uses cookies.