
Kuta, DENPOST.id
Penggunaan antibiotik secara sembarangan tanpa resep dokter justru bisa berbahaya bagi kesehatan. Apalagi kalau antibiotik kerap dikonsumsi tidak sesuai dengan kondisi sakit yang diderita. Karenanya Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, Kemenkes RI meminta masyarakat agar lebih bijak dalam memanfaatkan antibiotik untuk menekan berbagai risiko yang ditimbulkan.
Imbauan ini disampaikan Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Kementerian Kesehatan, Anis Karuniawati, saat berdiskusi dengan awak media di Kuta, Selasa (23/11/2021).
Anis mengungkapkan, berdasarkan data sebanyak 700 ribu manusia di seluruh dunia diperkirakan meninggal akibat resistance antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR). AMR, sambung dia, sering disebut sebagai silent pandemi lantaran secara diam-diam membuat infeksi penyakit yang sulit diobati. Hal ini diakibatkan kebalnya bakteri, virus, jamur dan parasit terhadap obat-obatan jenis antimikroba, salah satu obat dikenal di masyarakat yaitu antibiotik.
“Penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan tidak tepat pada manusia dapat memicu AMR,” katanya. Ditambahkan Anis, dengan tingkat risiko kematian yang cukup tinggi, membuat semua pihak serius menyikapi agar penggunaan antibiotik di tengah masyarakat tepat sasaran. Bahkan, dilakukan kampanye secara global. Seperti mengadakan pekan peduli antimokroba yang digelar di Nusa Dua mulai 18-24 November diikuti seluruh dunia.
Seharusnya, kata Anis, obat antibiotik yang dijual secara bebas maupun di apotek mesti ada aturan yang jelas dan tidak boleh menjual tanpa resep. Di sisi lain, masyarakat juga harus diberi pengertian, kalau sakit demam, batuk, tidak perlu minum antibiotik yang didapat dari toko atau apotek secara bebas.
Sementara itu, Ketua Yayasan Orangtua Peduli, Purnamawati Suriyut, mengungkapkan, kehadirannya untuk membangun kepedulian dalam mengurangi ketergantungan masyarakat akan antibiotik. Harapannya, ke depan masyarakat tidak hanya pasrah dengan keadaan saat melakukan pengobatan ke dokter. Tetapi juga bisa aktif bertanya atau berdiskusi segala sesuatu kepada dokter.
Lebih lanjut dikatakan, Yayasan Orangtua Peduli sejak tahun 2005 terus aktif mengedukasi masyarakat mengenai penggunaan antibiotik yang rasional. Dengan begitu diharapkan masyarakat tahu kapan harus ke dokter dan harus meresep serta menggunakan antibiotik secara benar. (113)