
Karangasem, DenPost
Gubernur Bali Wayan Koster minta Satpol PP, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali serta Kabupaten Karangasem, agar menutup produksi arak gula yang semakin menjamur di Karangasem.
Hal itu dia sampaikan saat mensosialisasikan implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No.1 Tahun 2020 tentang tata kelola minuman permentasi dan/atau destilasi khas Bali serta memfasilitasi peralatan destilasi kepada kelompok perajin minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali di Karangasem pada Minggu (20/2/2022) di Taman Soekasada Ujung, Karangasem. Pernyataan itu didengar langsung oleh Bupati Karangasem Gede Dana, Wakil Bupati I Wayan Artha Dipa, Ketua DPRD Karangasem I Wayan Suastika, Kasatpol PP Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Kadisperindag Bali I Wayan Jarta, Kadis Kominfo Bali Gede Pramana dan para perajin arak bali.
Sikap Gubernur tersebut dilatarbelakangi sejumlah hal yang mengusik kelestarian minuman permentasi khas Bali. Produksi arak gula mengancam tradisi dan kelestarian minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dengan bahan baku lokal; mengancam kesejahteraan para petani dan perajin arak, karena merugikan harga pasar; mematikan cita rasa dan branding arak Bali; membahayakan kesehatan masyarakat, karena di dalam destilasi arak gula mengandung ragi sintetis yang terbuat dari bahan kimia; dan bertentangan dengan Pergub Bali No.1 Tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali.
“Saya minta Kadis Perindag dan Satpol PP Provinsi Bali bersama Kabupaten Karangasem agar segera menutup produksi arak gula. Jangan takut, datangi tempat produksinya, lalu tutup,” tegas Gubernur tamatan ITB ini.
“Sekali lagi jangan takut, karena kita harus melindungi yang besar dan yang lebih mulia. Saya datang ke sini, karena saya dengar para produksi arak gula itu tetap melanggar. Jangan biarkan begini-begini, apakah tega kita merusak warisan leluhur kita? Apa tega kita merusak produksi tradisional arak kita yang dilakukan secara turun-temurun dan memberikan cita rasa yang luar biasa sampai dikenal. Dimana letak tanggung jawab kita sebagai pribadi hanya untuk mencari keuntungan dan membahayakan nyawa orang,” sambung Gubernur Koster.
Sejak menerima aspirasi dari petani arak Bali hingga membuat Pergub Bali No.1 Tahun 2020, sebagai Gubernur Bali, Koster tiada henti-hentinya mengkampanyekan arak bali tidak hanya ke masyarakat yang bertamu ke Jayasabha, namun tamu nasional hingga duta besar diajak minum kopi tanpa gula yang berisi arak bali.
“Ke depan, saya memberikan sovenir berupa produk arak bali kepada tamu yang melakukan kunjungan kerja ke Pemprov Bali,” tegas Koster.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Bali memfasilitasi peralatan destilasi kepada kelompok perajin minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali di Karangasem yang terdiri atas: Kelompok Petani Arak Cipta Buana, Desa Tri Eka Buana; Kelompok Petani Arak Tri Darma Tunggal, Desa Tri Eka Buana; Kelompok Petani Arak Artal, Desa Talibeng, Sidemen; Kelompok Petani Arak Arak Api Merita, Desa Labasari, Kecamatan Abang; dan Kelompok Petani Arak Tirta Piphala, Desa Talagatawang, Sidemen.
Sedangkan Bupati Karangsem Gede Dana di hadapan Gubernur Koster melaporkan bahwa Karangasem memiliki berbagai potensi unggulan, salah satunya minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali yakni arak bali. Potensi arak sangat besar di Karangasem, karena didukung petani arak yang berjumlah 1.798 orang. Mereka tersebar di enam kecamatan dari delapan kecamatan, dengan memanfaatkan bahan baku lokal seperti nira (aren/jaka, kelapa, mete dan lontar).
Dalam upaya pengimplementasian Pergub No.1 Tahun 2020, Gede Dana menyampaikan Pemkab Karangasem melalui Tim Terpadu Kabupaten Karangasem bersinergi dengan Tim Terpadu Provinsi Bali membina dan mengawasi minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali yang menggunakan bahan baku diluar ketentuan pada peraturan tersebut, salah satunya arak fermentasi dengan bahan baku gula. ‘’Kami melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyasar arak fermentasi berbahan baku gula dengan tujuan membatasi dan menekan produktivitas perajin arak yang menggunakan bahan baku gula dalam proses produksi,’’ tegas Dana.
Fakta di lapangan, oknum yang memproduksi arak berbahan baku gula sangat suka mencari untung cepat, tidak menjaga kualitas, merugikan petani, dan produksinya beredar dimana-mana. “Kami berkali-kali memarahi, namun tetap saja mereka memproduksi, dan saya sempat berpikir apakah boleh Dinas Perhubungan dan Satpol PP, kami minta bertugas menjaga di pintu keluar menuju kabupaten/kota di Bali. Kami setop kendaraan yang membawa jerigen arak berbahan baku gula ini?” beber Gede Dana.
Dia menegaskan jika produksi arak tradisional lokal Bali ini punah, siapa yang mau bertanggungjawab. Apakah yang memproduksi arak berbahan baku gula ini tidak kasihan dengan para petani yang sudah bekerja keras? Mereka sejak pukul 04:00 sudah bekerja menaiki 15 pohon kelapa dan hanya bisa menjual Rp 10 ribu/botol yang berisi 750 cc. Sedangkan yang memproduksi arak gula dengan gampang bisa menjual Rp 10 ribu/botol.
“Kasihan para petani kita yang sudah bekerja keras melestarikan warisan nenek moyang kita,” tandas Gede Dana. (wir)