
Bangli, DenPost.id
Kebijakan Pemkab Bangli yang kembali memberlakukan pungutan retribusi untuk wisatawan (domestik dan mancanegara) yang masuk kawasan wisata Kintamani, kembali menuai pro dan kontra. Pungutan ini viral di medsos sejak beberapa hari terakhir ini. Padahal pemberlakuan retribusi dengan sistem e-ticketing ini dilakukan dua tahun setelah pandemi covid-19 melanda dunia.
Tahun ini Pemkab Bangli di bawah kepemimpinan Bupati Sang Nyoman Sedana Arta didampingi wakilnya, I Wayan Diar, menerapkan kebijakan pungutan retribusi masuk Kintamani. Untuk wisatawan domestik (wisdom) dikenai tarif Rp 25 ribu/orang, sedangkan wisman Rp 50 ribu/orang.
Sebagian besar warganet keberatan lantaran pos pemungutan retribusi itu dilakukan di pinggir jalan jalur provinsi penghubung Bangli – Buleleng. Orang yang sekadar melintas atau lewat di sana khawatir akan dikenai retribusi juga. Ada pula sejumah pemilik restoran yang mengeluhkan tempatnya sepi pengujung akibat diberlakukannya pungutan tersebut.
Warga Denpasar, Gede Suastika, yang sering berwisata ke Kintamani, juga mengaku keberatan atas besaran retribusi sebesar Rp 25 ribu/orang. Jumlah itu, menurutnya, terlalu besar untuk kantong krama Bali, terlebih di masa pendemi. ‘’Jika kami berenam ke Kintamani, kan bisa kena Rp 125 ribu. Belum lagi untuk makan, parkir, dan masuk tempat permandian air panas. Kabupaten lain di Bali tak ada mengenakan retribusi sebesar itu. Kami ini orang lokal. Masak berwisata di rumah sendiri dikenal pungutan selangit? Cukup Rp 10 setiap orang,’’ tandas karyawan swasta ini, sambil berpikir ulang untuk berwisata kembali ke Kintamani.
Menyikapi persoalan ini, Pemkab Bangli melalui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), I Wayan Sugiarta, menegaskan bahwa retribusi tersebut khusus untuk wisatawan yang hendak berwisata di kawasan wisata Kintamani. Pungutan retribusi itu sesuai dengan Perbup Bangli Nomor 37 Tahun 2019 tentang perubahan Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2014 tentang peninjauan tarif retribusi tempat rekreasi dan olah raga di Kabupaten Bangli. Wisatawan yang berwisata di kawasan ODTW Kintamani dikenai retribusi sesuai perbup. “Sedangkan warga yang sekadar melintas, mengunjungi kerabat, sembahyang atau kegiatan nonwisata, tidak dipungut retribusi. Buktinya para pedagang sayur dan lainnya yang melintas aman-aman saja tidak ada protes. Memang mereka tidak dipungut apa pun,” tegas Sugiarta, Senin (21/2/2022).
Disampaikan pula, sesuai sistem e-ticketing yang diresmikan, setiap retribusi yang masuk langsung ditransfer ke rekening kas daerah Kabupaten Bangli sebagai salah satu PAD dari sektor pariwisata. Dana itu digunakan untuk pembangunan fasilitas publik di Bangli khususnya sektor pariwisata. “Kami sangat mengapresiasi kritik dan saran masyarakat mengenai kebijakan publik di Bangli sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan kami dalam pengambilan keputusan di masa mendatang,” tegasnya.
Dijelaskan pula, penerapan e-ticketing dilaksanakan untuk menghindari penyelewengan serta lebih transparan dan akuntabel. “Kunjungan akan dapat dipantau secara real time dengan menggunakan sistem ini. Kami optimis Bangli lebih baik di masa mendatang,” sebut Sugiarta.
Gapura sebagai pembatas kawasan wisata sudah tersedia di depan Museum Geopark dan di Pos Retribusi Sekardadi (Petung). Begitu pula gapura di jalur pos Bayung Gede. Selama ini, pemda merencanakan pemungutan one gate system namun masih terkendala lahan. Juga penataan kawasan Kintamani di antaranya panorama Penelokan dan Goa Jepang yang dianggarkan sebesar Rp 6,3 miliar tahun ini, serta penataan Pasar Singamandawa, Kintamani, sebesar Rp 7,8 miliar.
Mengenai rute jalur alternatif, kata Sugiarta, Pemkab Bangli mengajukan surat ke Pemprov Bali soal perubahan status jalan provinsi menjadi jalan kabupaten agar jalur pariwisata semakin jelas dan dapat dimonitor. (way)