
Padangsambian, DENPOST.id
Kasus dugaan pencaplokan tanah negara di kawasan Pantai Melasti, Desa Unggasan kian memanas. Untuk keduakalinya, Kasatpol PP Kabupaten Badung, Igusti Agung Ketut Suryanegara, kembali melaporkan Bendesa Adat dan Perbekel Desa Ungasan ke Polresta Denpasar. Jumat (1/4/2022) siang, dengan membawa sejumlah dokumen dan bukti-bukti, Suryanegara mendatangi SPKT Polresta Denpasar didampingi Kabag Hukum Setda Badung, AA Gede Asteya Yudha dan sejumlah kuasa hukum, sekitar pukul 10.00.
“Laporan sebelumnya terkait pencaplokan dan penguasaan tanah negara yang kami layangkan dalam bentuk Dumas (Pengaduan Masyarakat). Tapi laporan hari ini, sudah dalam bentuk LP (Laporan Polisi). Kami melaporkan pemalsuan dokumen akta otentik terkait pengelolaan tanah negara,” kata Suryanegara.
Menurut Suryanegara, pihaknya melaporkan dugaan pelanggaran dari pasal 263 dan pasal 266 yakni memberikan keterangan palsu dan memalsukan surat. “Yang kami laporkan adalah pelaku-pelaku yang mengatakan hak pengelolaan tanah di bawah mereka yakni bendesa adat dan perbekel yang tertuang dalam satu surat perjanjian di bawah tangan dan enam yang berbentuk akta,” katanya.
Suryanegara kembali menjelaskan, bila laporan yang sebelumnya berbentuk dumas dengan pokok dugaan pidana tata ruang dan penguasaan lahan yang menitikberatkan ke investor, kali ini adalah pelaporan dugaan pidana pemalsuan surat yang diduga dilakukan pihak pertama.
Dilanjutkannya, dugaan pemalsuan surat itu salah satunya terkait perizinan dan akta perjanjian pengelolaan pantai. “Kok ada pantai dibuatkan akta perjanjian, salah satunya klub yang terbakar. Ada enam tempat yang dikelola (beach klub) dibuatkan akta perjanjian,” imbuh Suryanegara.
Sementara Kabag Hukum Setda Badung, AA Gede Asteya Yudha menambahkan, dilihat dari isi perjanjian dan pemantauan di lapangan, terdapat keterangan palsu yang dimasukan ke akta otentik. “Dan di sana kami melihat pelanggaran tata ruang pembanguan di pantai tanpa izin. Karena izin tidak kami keluarkan. Utuk itu kami laporkan. Biarkan polisi yang menindaklanjuti laporan itu,” ucapnya.
Ketika ditanya bukankah akta yang dibuat berdasarkan pararem desa adat, Asteya menyatakan tidak ada larangan yang mengatur pararem desa adat sepanjanh tidak melanggar undang-undang dan sesuai aturan yang sudah ada. “Tidak ada larangan desa adat berbuat apa, harus ada pengajuan hak ke negara. Ada aturan saat permohonan, ada proses proses verifikasi dan validasi baru bisa ditetapkan,” tegasnya.
Sementara Kasi Humas Polresta Denpasar, Iptu Ketut Sukadi, saat dimintai konfirmasi membenarkan laporan yang dilayangkan Kasatpol PP Kabupaten Badung. “Laporan masuk pasti dipelajari terlebih dulu sebelum diproses lebih lanjut,” katanya. (124)