Mangupura, DENPOST.id
Penyelarasan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Kabupaten Badung masih tetap menjadi sorotan di kalangan DPRD Badung. Bahkan penyelarasan NJOP ini masih belum memenuhi unsur keadilan bagi masyarakat yang melakukan transaksi jual beli tanah di Badung.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Badung Putu Alit Yandinata, Rabu (13/4) mengatakan, dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja, Rancangan Detail Tata Ruang (RDTR) kini dituangkan dalam peraturan bupati dan tidak lagi dalam bentuk peraturan daerah. “Kaitannya dengan penyelarasan NJOP ini dengan RDTR adalah secara logika dari sisi keadilan penetapan NJOP ini belum adil meski hal ini sudah dilakukan di kawasan Kuta Utara, Kuta dan Kuta Selatan. Karena perampungan NJOP ini dilakukan pada transaksi terakhir. Contoh di dalam suatu desa atau kelurahan ada suatu transaksi penjualan lahan, dan transaksi terakhir itu yang dipakai patokan NJOP. Penetapan ini tidak memandang spesifikasi apakah jual beli objek adalah sawah, perkebunan, kawasan perindustrian barang dan jasa maupun industri pariwisata. Kami punya usulan bagaimana jika Informasi Tata Ruang (ITR) ini dipakai tolok ukur dalam penyelarasan NJOP ini, sehingga keadilan penentuannya ada,” ujarnya.
Lebih lanjut politisi asal Desa Abiansemal Dauh Yeh Cani ini mengatakan, jika dianalogikan seorang pembeli objek akan membeli sawah, mereka harus melihat ITR sawah dulu sehingga nanti pengenaan NJOP itu pasti sawah. Jika pembeli objek ini ingin membangun rumah dia juga nanti akan harus melihat ITR, dimana kawasan bisa membangun rumah dan nanti NJOP-nya perumahan. “Jadi dalam pengenaan NJOP ini ada klasifikasinya melalui informasi tata ruang yang sudah ditetapkan. Tidak lagi mengacu pada transaksi jual beli terakhir. Jika menggunakan penetapan NJOP transaksi terakhir ada kelemahannya, contoh, yakni kemarin ada orang membeli tanah boleh untuk membangun permukiman, tapi sekarang ada yang membeli tanah untuk persawahan jika yang dilakukan penetapan NJOP dengan transaksi akhir, pasti akan memberatkan yang membeli lahan sawah, karena pasti dikenakan NJOP-nya adalah peruntukan perumahan, ini pasti kan tidak adil. Untuk itu kami usulkan penyelarasan NJOP ini dengan skema RDTR melalui ITR,” paparnya.
Mantan Ketua Komisi III DPRD Badung ini juga mengatakan, dengan skema penyelarasan NJOP dengan mengundangan penentuan RDTR ini, nantinya sangat mempengaruhi iklim investasi. Selain itu juga akan meningkatkan pendapatan asli daerah yakni BPHTB. “Kalau ini sudah memiliki kajian serta kehati-hatian dalam menetapkan NJOP ini saya yakin eksistensi pendapatan pajak daerah yang bersumber dari BPHTB ini akan berjalan dengan baik serta target yang sudah ditetapkan bisa tercapai,” ungkapnya.
Dari data yang diperoleh di Bapenda Badung, realisasi BPHTB sebesar Rp 334 miliar lebih tahun 2020 sementara di tahun 2021 meningkatkan pendapatan daerah dari BPHTB yakni sebesar Rp 545 miliar lebih dari target hanya Rp 325 miliar.
Sementara dihubungi terpisah Kepala Bapenda Badung, Made Sutama mengatakan, pada prinsipnya pihaknya sangat mengapresiasi masukan dari dewan terhadap penyelarasan NJOP dengan mengacu pada RDTR. “Ini akan kami pakai sebagai pertimbangan dalam penyelarasan NJOP yang akan dilaksanakan tahun anggaran 2022 khususnya di wilayah Kecamatan Mengwi, Abiansemal, Petang,” paparnya. (115)