Kejari Klungkung Gunakan Kertha Gosa Sebagai “Rumah” Restorative Justice

picsart 22 04 20 18 19 28 350
RESMIKAN - Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ade T Sutiawarman, didampingi Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta, saat meresmikan Balai Restorative Justice Kertha Gosa, Rabu (20/4/2022)

Semarapura, DENPOST.id

Kejaksaan Negeri (Kejari) Klungkung, melakukan terobosan dalam menyelesaikan perkara tindak pindana. Kali ini, terobosan yang dilakukan dengan menerapkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Dengan prinsip ini, perkara tindak pidana akan diselesaikan melalui proses dialog dan mediasi atau di luar persidangan.

Bahkan sebagai langkah awal, Kejari Klungkung telah meresmikan Kertha Gosa sebagai ‘rumah’ restorative justice, yang selanjutnya dinamai Balai Restorative Justice Kertha Gosa.

Peresmian Balai Restorative Justice Kertha Gosa tersebut, dihadiri Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ade T Sutiawarman; Kajari Klungkung, Shirley Manutede; Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta, dan Wakil Bupati Klungkung, I Made Kasta, Rabu (20/4/2022).

Bupati Suwirta menyambut baik
dipilihnya Kertha Gosa sebagai rumah restorative justice. Terlepas dari lokasi yang juga dimanfaatkan sebagai objek wisata, bupati yakin nanti dapat dipisahkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan restorative justice maupun kepariwisataan.

Baca juga :  Lapangan dan Monumen Puputan Klungkung Akan Ditutup Lima Hari

“Saya menyambut baik karena masyarakat kita mendapat kemudahan-kemudahan. Terutama yang layak bisa dilakukan perdamaian secepatnya. Proses penyelesaian perkara dapat diperpendek. Terutama kejadian-kejadian di keluarga. Karena sering kita temukan di keluarga berperkara. Dengan restorative justice ini diharapkan perkara-perkara dengan keluarga dan adat bisa diselesaikan dengan cepat,” harapnya.

Sementara Kajati Bali, Ade T Sutiawarman menyampaikan, prinsip restorative justice (RJ) ini menjunjung tinggi kearifan lokal di Bali. Yang mana, perkara tidak diselesaikan melalui persidangan tetapi dengan musyawarah. Meski demikian, ditegaskan tidak semua perkara dapat diselesaikan dengan prinsip restorative justice. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Baca juga :  Zona Merah Covid-19 di Kutsel Bertambah

Selain itu, ancaman hukuman tindak pidananya tidak lebih dari 5 tahun dan dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp2,5 juta. Kemudian, ada kesepakatan perdamaian, baik oleh korban maupun pelaku dan diketahui oleh tokoh masyarakat dan tokoh adat. Syarat yang terpenting adalah bukan termasuk perkara tindak pindana korupsi.

“Yang menjadi dasar pemberian restorative justice ini adalah untuk kepentingan korban bukan terdakwa. Selama korban belum bisa menerima, belum bisa ikhlas kita tidak akan berikan restorative justice,” tegasnya, seraya mengatakan restorative justice juga tidak berlaku bagi pelaku yang tergolong orang kaya. Hal ini untuk menghindari adanya praktik transaksional.

Baca juga :  BRTV 2021, Giri Prasta Apresiasi dan Dukung Wakil Badung

Sementara Kajari Klungkung, Shirley Manutede menjelaskan sejak tahun 2020 sudah ada dua perkara di Kabupaten Klungkung yang diselesaikan dengan prinsip restorative justice.

“Untuk menyelesaikan perkara di luar persidangan, diperluakan ruang yang lebih independen sehingga masyarakat tidak takut untuk datang ke kejaksaan. Oleh karena itu, kami memilih Kertha Gosa sebagai rumah restorative justice,” ujarnya. (119)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini