Bangli, DENPOST.id
Pemerintah Kabupaten Bangli, melakukan penyesuaian tarif retribusi wisata untuk di kawasan Kintamani Bangli, dengan menurunkan besaran tarif. Dalam kebijakan ini ada tiga kelompok klasifikasi tarif yang akan mulai diberlakukan pada 1 Mei 2022. Mulai dari tarif bagi wisatawan mancanegara (asing), domestik nasional, dan wisatawan lokal Bali.
Demikian ditegaskan Bupati Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta dalam keterangan pers di Rumah Jabatan Bupati Bangli, Minggu (24/4/2022).
Besaran tarif yang dimaksud, yakni untuk wisatawan mancanegara masih tetap dikenakan Rp50 ribu per orang. Sedangkan untuk wisatawan domestik nasional yang tadinya Rp25 ribu per orang kini turun menjadi Rp20 ribu untuk dewasa dan anak-anak Rp15 ribu. Untuk wisatawan lokal Bali, dikenakan tarif Rp10 ribu per orang.
Kebijakan tersebut, sesuai kesepakatan bersama antara semua pihak, baik pemerintah, birokrat, akademisi, swasta, PHRI, masyarakat dan lainnya. “Kami harapkan dengan diturunkannya tarif retribusi wisata, khususnya untuk jawasan Kintamani ini mampu menarik wisatawan lebih banyak lagi. Baik lokal, nasional maupun mancanegara,” harapnya.
Harapan ini sekaligus diyakini bupati asal Sulahan, Susut ini, penurunan retribusi tidak berpengaruh pada besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bangli. Justru, menurut dia malah sebaliknya, di mana PAD akan terus naik dengan makin banyaknya wisatawan yang datang.
Untuk proses pemungutannya, pihaknya secara pelahan masih merancang ke depan dengan sistem penarikan lewat loket berjejer semacam di bandara atau tol. Namum ditegaskan hal ini membutuhkan waktu, sebab selain seputaran jalan di kawasan Kintamani, selain milik umum juga milik desa adat dan milik pribadi. “Mudah-mudahan tahun 2023 ini bisa terealisasi, jadi narik pungutannya tak di badan jalan lagi. Sejatinya gambar desainnya sudah ada, tapi belum bisa saya sampaikan karena masih belum final. Masih menuntaskan pembebasan lahan,” jelasnya.
Pihaknya menekankan, untuk masyarakat (wisatawan) lokal Bali tetap dikenakan tarif dengan alasan masyarakat tetap harus berkontribusi dalam memajukan pariwisata Bali, khususnya di Kintamani, Bangli.
Selain penataan pembangunan, menurut Sedana Arta, Kintamani harus tetap dijaga kelestarian alamnya. “Pembangunan komersial seperti kafe, restoran dan sejenisnya tetap kami tata, ada batasan areal yang boleh dibangun. Di satu sisi kami harus tetap menjaga eksistensi alamnya. Orang ke Kintamani kan ingin lihat view (pemandangan) gunung dan danau, kalau full kita ijinkan membangun tidak ada yang bisa dilihat lagi. PAD yang masuk juga nantinya akan kembali ke masyarakat, karena itulah wisatawan lokal Bali tetap kami kenakan tarif retribusi itupun nilainya sangat kecil dibandingkan kemegahan apa yang mereka dapatkan ketika berwisata di Bangli,” imbuhnya.
Sementara Kabag Hukum Setda Kabupaten Bangli, Nyoman Purnamawati menambahkan penyesuaian tarif memang diharuskan direvisi dalam tiga tahun. Penyesuaian tarif kali ini pun sebagai peninjaun dari Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2019. “Untuk yang sekarang nomornya belum terbit. Besok baru suratnya datang dari provinsi,” jawabnya.
Ketua PHRI Bangli, I Ketut Mardjana mengungkapan sebelumnya pihaknya telah bersurat pada Pemkab Bangli melalui Bupati Bangli untuk mengklasifikasikan wisatawan dalam tiga kelompok. Dalam surat itu, pihaknya juga mengusulkan untuk wisatawan lokal Bali dibebaskan dari kewajiban membayar retribusi. “Namun dari pertemuan yang kami hadiri Kamis lalu, disepakati wisatawan lokal Bali tetap dikenakan retribusi dengan besaran yang paling kecil. Kami sepakat masyarakat Bali memang tetap berkontribusi terhadap pariwisata Bali, agar ke depat makin menggeliat dan berkembang,” ucap pemilik pemandian air panas Toya Devasya, yang juga turut hadir dalam konferensi pers ini. (128)