
Bangli, DENPOST.id
Kaum perempuan menjadi salah konsen Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bangli, khususnya dalam hal peningkatan pemahaman politik. Pelibatan perempuan sebagai pengawas partisipatif merupakan program nasional.
Demikian ditegaskan
Anggota Bawaslu Kabupaten Bangli, I Nengah Muliarta di sela-sela sosialisasi pengawasan partisipatif dengan tema “Peran Perempuan dalam Pengawasan Partisipatif Pemilu/Pemilihan Serentak Tahun 2024” yang digelar di Segara Hotel dan Restaurant, Kintamani, Sabtu (19/11/2022) dan berakhir Minggu (20/11/2022).
“Bawaslu Kabupaten Bangli menjalankan hal tersebut (pelibatan perempuan-red). Kita harapkan agar perempuan bisa terlibat secara aktif dalam pengawasan pemilu, serta kaum perempuan juga untuk memperkuat pengawasan pemilu dan pilkada serentak Tahun 2024,” kata Muliarta.
Disebutkan dia, perempuan kerap dijadikan korban akibat ketidaktahuan mereka dalam upaya mencari keuntungan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Hal serupa juga dikatakan anggota Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Bali, Ngakan Made Giriyasa. Menurut dia, peran aktif masyarakat dalam pengawasan pemilu sangatlah penting. Sebab, keterbatasan personel pengawas dibandingkan dengan luas wilayah yang diawasi dan juga melihat dari kompleks persoalan pemilu yang bisa terjadi.
“Beranjak dari hal itulah mengapa peran aktif masyarakat untuk menjadi pengawas partisipatif secara sukarela menjadi sangat penting dalam proses pemilu,” sambungnya.
Dirinya melihat kekuatan perempuan adalah bercerita. Kata dia, perempuan cendrung lebih aktif bersosialisasi dengan perempuan lainnya, sehingga dengan menanamkan pemahaman kepemiluan kepada kaum perempuan diharapkan dapat lebih cepat menyebarluaskan paham kepemiluan tersebut.
Sementara Ketua Presidium Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Engelbert Johannes Rohi mengatakan sasaran utama politik uang adalah kaum perempuan. Hal itu, tidak bisa dipungkiri pemilih perempuan adalah kelompok yang paling rentan dan dirugikan akibat politik uang.
Menurut dia, kaum perempuan seringkali dijadikan sebagai obyek pemberian politik uang. Dirinya mencontohkan ketika adanya pembagian sembako atau bahan dapur lainnya dengan maksud terselubung, kaum perempuanlah yang akan menjadi obyek utama para oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga menimbulkan praktek politik uang.
Pihaknya mengimbau agar para perempuan mampu menolak praktek politik uang dengan modus apapun demi jalannya pemilu yang bersih.
“Jangan mau suara ibu-ibu dibeli oleh sejumlah uang yang tidak seberapa, karena suara kalian yang akan menentukan masa depan bangsa lima tahun ke depan,” pungkasnya. (128)