Semarapura, DENPOST.id
Sebagian besar masyarakat lokal Bali pasti tahu dengan nama menu makanan sayur serombotan. Makanan khas Kabupaten Klungkung ini, akhirnya telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBT) Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset Teknologi Republik Indonesia.
Namun banyak yang tidak tahu kalau kuliner berbahan dasar sayur mayur ini, dahulunya merupakan makanan yang dihidangkan untuk para raja.
Kadis Kebudayaan Klungkung, IB Jumpung Oka Wedhana didampingi Kabid Sejarah dan Tradisi, Wayan Sumerta mengatakan kalau serombotan ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda melalui usulan dari Pemprov Bali sejak tahun 2022. Sebelumnya, Dinas Kebudayaan Klungkung juga sudah sempat mengajukan usulan serupa.
Hanya saja, karena muncul aturan baru yakni terkait registrasi nasional (Regnas), maka serombotan beserta tiga usulan lainnya, yakni kerajinan Genta dari Desa Budaga, Gong di Desa Tihingan, dan Kain Cepuk di Nusa Penida belum dapat ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda.
“Sesuai ketentuan yang baru, sesuatu yang kita usulkan, baik kuliner, tradisi maupun kerajinan tersebut harus teregistrasi atau terdata dulu dalam regnas. Jadi, karena serombotan sudah lolos sebagai warisan budaya, usulan lainnya akan kami usulkan lagi tahun ini,” ungkap Jumpung, Rabu (1/3/2023).
Menurut Jumpung, pengusulan serombotan sebagai warisan budaya takbenda dikarenakan makanan sayur ini merupakan kuliner asli dan khas Klungkung, dan berkembang ke berbagai daerah lainnya di Bali. Bahkan Jumpung mengungkapkan kalau sayur serombotan dulunya makanan khas yang dihidangkan untuk para raja.
“Dari informasi yang kita dapat dari berbagai sumber, serombotan ini dahulunya dihidangkan para raja. Tapi sekarang sudah merakyat dan dinikmati rakyat jelata,” katanya.
Disinggung mengenai keuntungan yang diperoleh setelah serombotan menyandang status warisan budaya takbenda, Jumpung menyampaikan WBT ini adalah sebuah pengakuan saja. Sebagai tanda bahwa Kabupaten Klungkung yang memiliki ‘hak cipta’ serombotan. Kalaupun kuliner ini berkembang di kabupaten/kota lain, tetapi tidak bisa diklaim karena pemilik atau ‘hak ciptanya’ tetap ada di Kabupaten Klungkung. (wia)