
Tabanan, DENPOST.id
Ada yang menarik dari pelaksanaan upacara ngaben dan metatah massal yang digelar Desa Tegal Mengkeb, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan, tahun ini. Dalam program rutin desa yang sudah kedua kalinya ini, dari total 49 sawa, satu di antaranya merupakan sawa dari mayat Mrs.X atau jasad tanpa identitas yang ditemukan di pinggir ruas Jalan Desa Megati-Serampingan di tahun 2019.
Perbekel Desa Tegal Mengkeb, Dewa Made Widarma mengatakan adapun program yang digagas, khususnya di Kecamatan Selemadeg Timur, merupakan satu kesatuan untuk bagaimana menciptakan situasi atau kondisi wilayah tetap seimbang sekala niskala. Karena diakuinya semenjak temuan jasad dalam kardus di pinggir ruas Jalan Magati-Serampingan tahun 2019, kerap masih saja terjadi hal-hal yang membuat warga takut melintas.
“Percaya tidak percaya, kerap masih ada warga yang mengaku sempat dihadang sosok perempuan di dekat lokasi itu, bahkan ada warga dari Megati sempat ketakutan sampai menabrak batu dan alami luka patah tulang,” terangnya, Minggu (16/4/2023), di sela-sela kegiatan ngeringkes di Banjar Adat Bongan, Desa Tegal Mengkeb, Seltim.
Bahkan ada juga warga yang baru pulang kerja dari Denpasar mau melintas di lokasi itu, merasa takut dan harus menunggu kendaraan lain melintas dulu baru diikuti di bagian belakang. Karena banyak pengalaman itulah, dalam pelaksanaan Pitra Yadnya tahun ini yang digelar Desa Tegal Mengkeb, telah dilakukan rembug bersama desa lainnya di wilayah Selemadeg Timur, untuk juga mengupacarai jasad tersebut.
“Jadi apapun warganegaranya, atau agamanya, kita sepakati dari hasil rembug bersama perangkat desa lainnya dan bapak camat dengan cara agama Hindu, agar mendapat tempat yang layak dan tidak mengganggu wilayah Kecamatan Selemadeg Timur. Di mana, proses pengabenannya sama tetapi khusus yang ini (Mrs X) ini tidak dilinggihkan melainkan selesai sampai dilarung di laut saja,” jelasnya.
Lanjut kata Dewa Widarma, selain diikuti 49 sawa, upacara ngaben dan metatah massal kali ini juga diikuti 15 peserta mesangih (metatah), 38 ngelungah/ngelangkir dan 5 mesambutan. “Pelaksanaan upacara ini, krama tidak dikenai biaya apapun karena seluruh biaya sudah dibantu oleh pemerintah termasuk punia dengan total sekitar Rp300 juta. Jadi, kalau ada krama yang sudah menyiapkan anggaran untuk bisa ikut upacara ini lebih baik digunakan untuk kepentingan lain, misalnya pendidikan,” ucapnya.
Sementara manggala karya, Putu Arya Saputra menambahkan persiapan upacara sudah dilakukan sejak setahun lalu, dan ini merupakan agenda rutin 5 tahunan. Dengan harapan dapat meringankan beban krama, khususnya di wilayah Desa Tegal Mengkeb yang terdiri dari 5 desa adat dan 9 banjar adat/banjar dinas. “Kegiatan serupa juga kami gelar sebelumnya ditahun 2018, dan seluruhnya gratis, biaya upakara dari pemerintah termasuk punia-punia,” jelasnya.
Rangkaian karya sendiri dimulai dari prosesi ngulapin yang digelar Minggu pagi, lanjut ngeringkes, ngaskara dan mengambil tirta penembak. Kemudian pada, Senin (17/4/2023), dilakukan pengabenan dan ngelarung di pantai. (tim dp)