
Denpasar, DenPost.id
Gubernur Bali Wayan Koster terus menunjukkan komitmennya mewujudkan pariwisata Bali yang berkualitas, berkelanjutan, dan bermartabat, salah satunya dengan bertindak tegas terhadap Wisman yang berperilaku tidak tertib, tidak disiplin, mencoreng citra dan kualitas pariwisata-dudaya Bali. Warga Rusia, Luiza Kosykh (40), yang terbukti melanggar berfoto bugil di pohon suci berusia 700 tahun di Pura Babakan, Desa Adat Bayan, Desa Tua, Marga, Tabanan, dideportasi ke negaranya pada Minggu (16/4/2023).
Pendeportasian tersebut dilakukan berkat kerjasama Gubernur Koster dengan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM (Kakanwilkumham) Bali Anggiat Napitupulu didampingi Kadiv Kemigrasian Baron Ichsan dan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar Tedy Riyandi.
Di hadapan Gubernur Koster, Kakanwil Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu melaporkan Luiza Kosykh sebelumnya tinggal di Baliwood Villas dengan memiliki izin tinggal terbatas investor (C314). Lantaran terbukti melanggar Pasal 75 Ayat (1) UU No.6 Tahun 2011 tentang keimigrasian, maka Luiza Kosykh harus meninggalkan wilayah Indonesia pada Minggu pukul 20.00 melalui Bandara Ngurah Rai, dengan maskapai Emirates.
Sempat viral di medsos ketika Luiza Kosykh berpose tanpa busana di pohon suci berusia 700 tahun di Pura Babakan, Desa Adat Bayan, Desa Tua, Marga, Tabanan. Atas berita itu, Tim Inteldakim Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar melakukan pengecekan pada sistem keimigrasian terkait data orang asing tersebut hingga berhasil mengamankan Luiza Kosykh di Baliwood Villas untuk selanjutnya dibawa ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar untuk diperiksa.
Dari hasil pemeriksaan, Kakanwil Kemenkumham Provinsi Bali Anggiat Napitupulu menyampaikan bahwa Luiza Kosykh mengaku datang ke Bali menggunakan izin tinggal terbatas investor sampai 10 Desember 2024 untuk melakukan investasi. Luiza mengaku bahwa foto di pohon suci berusia 700 tahun di Pura Babakan itu memang foto dirinya yang diambil tahun 2021 pukul 08.00. Wanita Rusia ini juga mengaku tidak mengetahui tempat tersebut adalah tempat yang disucikan, sehingga secara spontans mengambil foto bersama temannya dengan alasan ingin menyatu dengan alam. Dia mengaku dalam foto itu dia sejatinya mengenakan celana dalam, kemudian diedit oleh temannya yang berinisial A agar foto tersebut terlihat lebih menyatu dengan alam. Luiza Kosykh dalam pemeriksaan lalu memohon maaf kepada seluruh masyarakat Bali.
Gubernur Koster menegaskan bahwa saat ini pihaknya terus melakukan penertiban wisatawan asing / WNA yang berperilaku tidak baik, melanggar aturan, hingga melakukan kegiatan menodai tempat suci di Provinsi Bali khususnya. Luiza Kosykh tidak cukup meminta maaf, namun dikenai sanksi deportasi. ‘’Saya terus memantau permasalahan ini dari sejak covid– 19. Jadi bagi wisatawan/WNA yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan pelanggaran yang menodai tempat suci, menodai adat dan budaya Bali, maka kami ambil tindakan tegas. Tidak cukup meminta maaf, namun langsung deportasi,” tegas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini.
Permasalahan seperti ini terus, menurut Gubernur Koster, terus monitor. Begitu mendapat informasi, maka hari itu juga Gubsenur berkomunikasi dengan Kakanwil Kemenkumham Bali dan langsung memproses pemeriksaannya. ‘’Untuk itu saya apresiasi Bapak Kakanwil Kemenkumham Bali yang begitu cepat bekerja, sangat kooperatif dan memahami kebijakan Pemprov Bali dalam melaksanakan pariwisata sesuai Perda Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang standar penyelenggaraan kepariwisataan budaya Bali dan Pergub Bali Nomor 28 Tahun 2020 tentang tata kelola pariwisata Bali,’’ tegasnya.
Dia menambahkan bahwa Bali tidak menolak wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara, Bali memang perlu wisatawan, tetapi wisatawan yang diinginkan ke Bali adalah mereka yang menghormati hukum di Indonesia dan di Bali, serta menghormati tempat suci, adat-istiadat, tradisi, seni-budaya, serta kearifan lokal masyarakat Bali. “Kalau pelanggaran itu kita biarkan terus, maka aura Bali akan hilang, karena terus dinodai dan dirusak oleh perilaku manusia, sehingga ini tidak bisa dibiarkan dan tidak bisa ditolerir. Kita ingin tempat suci, dan berkaitan dengan adat istiadat, tradisi, seni-budaya, serta kearifan lokal masyarakat Bali harus betul – betul kita jalankan dengan serius, tertib, dan disiplin,” tegas mantan Anggota DPR RI tiga periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Dia menambahkan kasus ini harus dijadikan pelajaran oleh semua wisatawan, baik dari negara manapun yang sedang berwisata di Bali agar tertib dan disiplin menghormati, menjaga kesucian di Bali yang berbasis pada adat-istiadat, tradisi, seni-budaya, serta kearifan lokal, demi kebaikan bersama dan Bali ke depan. Pariwisata di Bali mesti berjalan secara tertib, disiplin, bermartabat dan berkelanjutan dengan tetap menjaga nilai–nilai sakral di Bali. Karena inilah yang menjadi kekuatan dan aura gumi Bali, sehingga menjadi daya tarik utama pariwisata dunia.
Gubernur Koster berpesan kepada Kakanwil Kemenkumham Bali bahwa sanksi deportasi yang diterima oleh Luiza Kosykh harus terus dikawal. “Ketika keberangkatan deportasi agar petugas Imigrasi terus memantau dan pastikan sudah naik pesawat, supaya tidak kabur,” tegasnya.
Kakanwil Kemenkumham Provinsi Bali Anggiat Napitupulu melaporkan di hadapan Gubernur Koster bahwa jumlah wisatawan asing/WNA yang dideportasi dari Bali sejak 2 Januari hingga 15 April 2023 mencapai 86. Mereka didominasi warga negara Rusia, disusul Nigeria, dan Australia.
Dampak deportasi yang dilakukan kepada WNA yakni membatasi haknya untuk tetap berada di Indonesia meskipun memiliki izin tinggal yang masih berlaku. Selanjutnya dibatasi untuk bisa kembali ke Indonesia berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2011 bahwa warga negara asing yang dikenai tindakan dan diikuti tindakan pencegahan baru bisa masuk ke Bali setelah termin pertama berlalu yaitu enam bulan, kecuali ada pertimbangan lain. Lantaran menyangkut kedaulatan negara, maka keputusan cegah-tangka (cekal) dilakukan oleh pusat melalui Menteri Hukum dan HAM cq. Dirjen Imigrasi. “Terkait pembiayaan deportasi WNA dari Indonesia ini dibebani kepada WNA yang dikenai sanksi. Jika yang bersangkutan tidak memiliki tiket/dana, maka dibebani ke perwakilan negaranya. Jika perwakilan negaranya tidak ambil peduli, maka kami mencari teman dan koleganya yang bisa dihubungi untuk mendapat tiket ke negara tujuan. Jika sampai usaha itu juga tidak menuai hasil, maka kami tempatkan di Rumah Detensi Imigrasi tanpa hitung, bisa sampai sepuluh tahun dan selanjutnya,” tutup Kakanwil Kemenkumham Bali. (dwa)