Gubernur Koster Serius Lestarikan Bahasa Bali

kosternya
BUKA PESAMUHAN AGUNG - Gubernur Bali Wayan Koster didampingi Kadisbud Bali I Gede Arya Sugiartha dan Kadis Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra, usai membuka Pesamuhan Agung Bahasa Bali VIII, Kamis (11/5/2023) di Hotel Prime Plaza, Sanur, Densel.

Sanur, DenPost.id

Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahasa Bali merupakan unsur penting dari kebudayaan Bali sebagai implementasi visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. Hal itu diungkapkan Gubernur Koster didampingi Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha saat pembukaan Pesamuhan Agung Bahasa Bali VIII pada Kamis (11/5/2023) di Hotel Prime Plaza, Sanur, Densel.

Pembukaan Pesamuhan Agung Bahasa Bali VIII ini juga dihadiri Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, Bendesa Madya MDA Kabupaten/Kota se-Bali.

Dalam kesempatan itu Gubernur Koster menyampaikan apresiasi atas
terselenggaranya Pesamuhan Agung Bahasa Bali VIII, mengingat bahasa Bali sangat penting, karena merupakan salah satu unsur dari kebudayaan Bali. Keseriusan Gubernur Koster melestarikan adat-istiadat, tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal Bali dalam acara ini
diapresiasi oleh para peserta. Hal itu karena Ketua DPD PDI Perjuangan
Provinsi Bali, sejak dilantik menjadi Gubernur Bali pada 5 September 2018, ini mengeluarkan Pergub No.79 Tahun 2018 pada Oktober 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali. Dilanjutkan dengan mengeluarkan Pergub Bali No.80 Tahun 2018 tentang pelindungan dan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra Bali, serta Bulan Bahasa Bali.

‘’Jadi setiap Kamis, purnama, tilem, hari jadi pemerintah daerah,
harus menggunakan busana adat Bali. Hal ini saya tegaskan agar
dilaksanakan, termasuk di hotel/restoran. Kalau ada yang tidak
menggunakan busana adat Bali, saya langsung tegur manajer hotelnya.
Kalau manajer hotelnya orang asing dan saya temui pada Kamis tidak
mengenakan busana adat Bali, maka saya minta Kanwil Kemenkumham Bali memanggilnya. Jika ada kesalahan secara berulang, maka deportasi,” tegas Murdaning Jagat Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini.

Baca juga :  Cegah Kerumunan, Pengumuman Kelulusan SD Berlangsung Virtual

Dia menyatakan penggunaan busana adat Bali harus dijalankan sesuai peraturan yang berlaku secara bersama–sama untuk membangun kehidupan masyarakat Bali agar tertib dengan kearifan lokal. Gubernur Koster mengajak semua peserta Pesamuhan Agung Bahasa
Bali VIII supaya tertib melaksanakan budaya Bali. Kalau bukan kita yang memelihara, menjaga, dan memajukan budaya Bali ini, lalu siapa yang kita suruh? “Enggak ada itu. Jadi di tanah kitalah, budaya Bali harus dijaga secara bersama–sama dengan komitmen
yang kuat dan serius. Termasuk dalam penggunaan aksara Bali,” tambah mantan anggota DPR RI tiga periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Menurut Wayan Koster, banyak di kabupaten/kota yang belum sepenuhnya menggunakan aksara Bali. “Ada yang menempatkan aksara Bali di bawah, padah harusnya aksara Bali ditempatkan di atas sesuai Pergub Bali No.80 Tahun 2018,” ungkapnya.

Koster menegaskan dalam visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ bahwa budaya sebagai hulunya pembangunan yang dicerminkan dalam berbagai aspek kehidupan dengan mengeluarkan Perda No.4 Tahun 2020 tentang penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali.
Alasan Gubernur Bali tamatan ITB ini mengeluarkan Pergub No.80 Tahun 2018 tentang pelindungan dan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra Bali, serta Bulan Bahasa Bali, karena ruang menggunakan bahasa Bali semakin sempit. “Di sekolah, di ruangan kelas, karena undang–undang harus menggunakan bahasa Indonesia, kemudian ada lagi pembelajaran bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya. Di tempat kerja juga ada yang menuntut menggunakan bahasa asing, sehingga ruang penggunaan bahasa Bali semakin sempit. Itulah sebabnya titiang mengeluarkan Pergub Bali No.80 Tahun 2018 ini untuk menggunakan bahasa Bali yang disertai dengan penyelenggaran Bulan Bahasa Bali setiap tahun, dilaksanakan secara penuh pada Februari. Astungkara Bulan Bahasa Bali yang ke-5 berjalan sangat baik dan diikuti anak–anak muda mulai dari SD, SMP, SMA/K, hingga mahasiswa, nyurat aksara Bali di lontar,” jelas Gubernur Koster.

Baca juga :  Bisnis Kartu Kredit BRI Tumbuh 41 Persen di Masa Pandemi

Dia mengaku bangga, karena di tengah perkembangan dan intervensi teknologi digital, masih menyaksikan pada acara Bulan Bahas Bali para siswa bisa menulis aksara Bali. Hal ini menjadi penanda bahwa anak–anak di Bali masih mau menekuni aksara Bali, sehingga sejalan dengan perkembangan teknologi. ‘’Saya menugaskan orang ahli untuk membuat keyboard aksara Bali dengan tujuan agar teknologi tidak mematikan budaya Bali, atau budaya Bali tetap dilestarikan dengan cara tradisional maupun modern,’’ tegas Koster.

Baca juga :  Rampok Bersajam Datangi Toko di Kesiman

Orang nomor satu di Pemprov Bali ini juga memotivasi generasi muda hingga semua krama Bali, baik yang tinggal di Bali maupun di luar Bali, agar merasa bangga, mencintai, dan menggunakan bahasa Bali. Ruang-ruang penggunaan bahasa Bali bisa dilakukan di dalam rumah dengan anggota keluarga maupun di tempat umum. Dengan demikian, bahasa Bali tetap hidup di tengah masyarakat.
Gubernur Bali berpesan agar Pesamuhan Agung Bahasa Bali VIII selaras dengan visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ dengan melahirkan gagasan untuk memotivasi generasi muda Bali agar lebih aktif dalam menggunakan bahasa, aksara, dan sastra Bali, serta menjadi tatanan kehidupan masyarakat setempat. “Peradaban suatu negara dikatakan maju kalau budayanya maju. Semua negara maju memiliki peradaban budaya yang kuat, misalnya China, Jepang, dan Korea, adalah negara yang kuat akan penggunaan aksaranya. Jadi kita di Bali harus bangga menggunakan aksara Bali sebagai upaya untuk membangun budaya Bali,” pungkas Gubernur Koster, disambut applause (tepuk tangan) hadirin.

Kadisbud Bali I Gede Arya Sugiartha melaporkan bahwa Pesamuhan Agung Bahasa Bali yang dihadiri sekitar 100 orang, baik dari kalangan akademisi, praktisi, penyuluh bahasa Bali, seniman drama gong, dan pencipta lagu pop Bali, ini berlangsung selama dua mulai 11 hingga 12 Mei 2023, dengan tujuan mengambil langkah-langkah atau keputusan terkait dengan perkembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali. (dwa)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini