
Kereneng, DENPOST.id
Dua kali pernah masuk bui karena melakukan praktik aborsi ilegal, tak membuat dokter gigi Ketut Arik Wiantara (53) kapok. Setelah bebas dari penjara, Arik kembali diduga melakukan praktik aborsi. Bahkan, berdasarkan data di kepolisian, Senin (15/5/2023) menyebutkan, selama dua tahun terakhir, pria yang membuka praktik di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Badung itu telah mengaborsi ribuan calon bayi.
Wadir Dirreskrimsus Polda Bali, AKBP Ranefli Dian Candra, mengatakan, terungkapnya kasus aborsi ilegal itu berawal dari informasi yang diterima Tim Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Bali dari masyarakat terkait keberadaan seorang dokter yang mengaku melakukan praktik aborsi.
Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan pelacakan di internet dan ditemukan nama dr. Ketut Arik Wiantara dengan alamat Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Badung.
“Anggota kami lantas melakukan konfirmasi kepada Sekretaris IDI Bali dan Ketut Arik Wiantara disebutkan bukan merupakan seorang dokter,” kata Candra, Senin (15/5/2023).
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, diketahui jika Ketut Arik Wiantara merupakan residivis dalam kasus aborsi pada tahun 2006 di hukum 2,5 penjara, dan tahun 2009 kembali dihukum dengan kasus yang sama selama 6 tahun penjara oleh majelis hakim PN Denpasar.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penyelidikan oleh Tim Subdit V Siber di tempat yang digunakan sebagai tempat praktik aborsi, ternyata Ketut Arik Wiantara baru selesai melakukan aborsi kepada pasiennya. “Kami menggerebek lokasi tempat praktik tersangka pada Senin 8 Mei 2023,” imbuh Candra.
Dari TKP, kata mantan Kapolres Tabanan ini, ditemukan seperangkat alat kedokteran yang digunakan untuk melakukan aborsi beserta obat-obatan. Dan tersangka mengaku telah melakukan praktik aborsi mulai tahun 2020. “Rata-rata tarif setiap menggugurkan Rp 3,8 juta,” terangnya.
Yang mengejutkan pihak kepolisian, berdasarkan data pembukuan yang ditemukan di TKP, jumlah pasien yang menggugurkan kandungan sejak bulan April 2020 sebanyak 1.338 orang.
“Saat ini tersangka telah ditahan di Rutan Polda Bali dengan persangkaan pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp 10.000.000.000,” tegas Candra. (124)