Jaga Eksistensi, Regenerasi Penari Wayang Wong Desa Tejakula Terus Dilakukan  

wayang wong
WAYANG WONG - Pementasan Wayang Wong duplikat saat Festival Lovina 2023 beberapa waktu lalu.

Singaraja, DENPOST.id

Wayang Wong merupakan tarian sakral yang dimiliki Desa Adat Tejakula yang telah mendapat sertifikat sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Tarian sakral ini dipentaskan saat piodalan di desa setempat. Selain versi sakral, Wayang Wong juga memiliki versi duplikat yang dikhususkan untuk pertunjukan kesenian sebagai tontonan para tamu maupun undangan gelaran kesenian. Hal itu disampaikan Ketut Artha Swatara selaku Koordinator Penari Wayang Wong, Senin (7/8/2023).

Lebih jauh disampaikan Swatara, Wayang Wong sakral yang berkedudukan di Pura Pemaksan dipentaskan 2 kali yakni saat pengebek piodalan dan pengelebar di Pura Khayangan Tiga, Pura Pemaksan dan Pura Dangka dan hanya boleh dipentaskan di Desa Adat Tejakula.

Baca juga :  Bule Perampas Mobil Ngaku Merasa Ada yang Membuntuti

Sementara Wayang Wong yang pentas saat Lovina Festival beberapa waktu lalu, kata Swatara, merupakan Wayang Wong duplikat dari Seka Guna Merti yang beranggotakan 40 orang terdiri dari 25 penari dan 15 penabuh.”Wayang Wong duplikat sejak tahun 1990-an telah sering tampil di dalam negeri maupun di luar negeri serta di hotel-hotel sebagai seni pertunjukan. Wayang Wong duplikat hanya kostum dan tapel yang diduplikatkan. Diciptakan sejak tahun 1970-an oleh penglingsir seniman Guru Sujana dan Bapak Tusan atas permintaan tamu-tamu sebagai seni tontonan,” jelasnya.

Dijelaskan Swatara, Wayang Wong merupakan sebuah tarian yang menceritakan kisah pewayangan Ramayana 7 Kanda dengan penari memakai topeng. Mereka memerankan pasukan Hanoman, raja, maupun dewi dan parwa.

Baca juga :  Bandara Bali Utara Dihapus dari PSN, Bupati PAS : Masih Bisa Diargumenkan

“Anggota penari yang disebut krama dan di luar krama namun berkeinginan maturan untuk menari dipersilahkan. Total 200 krama secara turun-temurun ngayah sebagai penari. Konon jika tidak meneruskan menjadi krama akan mengalami ketidakberuntungan,” ungkapnya.

Disinggung tentang sejarah Wayang Wong, terang Ketut Swatara, sangat berhubungan dengan terbentuknya sejarah desa dan kesenian desa. “Dahulu sejumlah kelompok dari Bangli dan Blahbatuh, Gianyar membawa kesenian Gambuh dengan Parwa ke Desa Tejakula dan menjadi alkulturasi budaya, kemudian tercipta kesenian Wayang Wong,” tuturnya.

Baca juga :  Tiga Tersangka Pembalakan Kayu Dijebloskan ke Penjara

Untuk regenerasi penari Wayang Wong, pihaknya bekerjasama dengan Camat Tejakula mengajar anak-anak tanpa memungut biaya. Dengan hanya membawa sampah plastik, anak-anak sudah bisa belajar tarian Wayang Wong. “Saat ini sebanyak 40 anak sangat antusias belajar menari sambil membuat kerajinan Ecobrik dari sampah plastik. Pengajarnya saya sendiri, anak dari Jro Dalang dan dari krama,” imbuhnya.

Swatara berharap, Wayang Wong khas Tejakula tetap eksis seperti dulu dan dikenal oleh banyak orang, diberikan wadah berkreasi. Dia menyatakan akan terus belajar dari para maestro dan menurunkan ke anak cucunya, sehingga Wayang Wong ini tetap ajeg dan lestari. (118)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini