
Sanur Kaja, DENPOST.id
Balai Bahasa Provinsi Bali mengadakan Seminar Nasional Bahasa Daerah di Prime Plaza Sanur, Senin (7/8/2023). Seminar nasional yang mengangkat tema “Signifikansi Bahasa dan Sastra Daerah pada Era Revolusi Industri 4.0” ini, dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, bersama Kepala Badan Bahasa, Prof. Endang Aminudin Aziz, dan Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali, Valentina Lovina Tanate.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha mengatakan Pemprov Bali telah melakukan banyak agenda untuk bahasa Bali. Dengan terbitnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap bahasa Bali.
Pihaknya juga memasukkan segmentasi khusus untuk anak muda termasuk anak-anak dari SD hingga SMA/SMK. “Bahkan kami sudah memiliki keyboard aksara Bali yang mengikuti perkembangan teknologi saat ini,” kata Arya Sugiartha.
Menurut dia, saat ini anak muda sudah tidak gengsi lagi menggunakan bahasa Bali, saat berkomunikasi.
Sementara Kepala Badan Bahasa, Prof. Endang Aminudin Aziz menyatakan beberapa poin pentingnya revitalisasi bahasa daerah. Setidaknya ada enam fungsi dari bahasa daerah, yakni sebagai aset daerah yang harus dikembangkan, punya potensi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi politik hingga fungsi medis.
Saat ini, kondisi bahasa daerah secara umum di Indonesia, tidak sedang baik-baik saja. Di tahun 2019, pihaknya menggelar survey, di mana dari 718 bahasa daerah yang terdata sebanyak 11 bahasa daerah mati karena tak ada penutur. “Sebanyak 30 sampai 40 bahasa yang saat itu aman karena dilakukan dalam lingkungan masyarakat, pemerintah dan diajarkan di sekolah formal,” kata Endang Aminudin.
Dia juga menyebut banyak kalangan generasi muda yang memilih meninggalkan bahasa daerah, khususnya usia 30 tahun ke bawah. Selanjutnya di tahun 2021, pihaknya melakukan kajian ulang bahasa daerah. “Dari hasil kajian yang awalnya kondisi bahasa daerah di timur yang hilang penutur, kini bergerak ke barat. Ada 24 bahasa daerah yang mengkhawatirkan, sehingga harus dilakukan intervensi secepatnya sehingga tak sampai punah. Di tahun 2023 ini, kami melakukan intervensi kepada 72 bahasa daerah dari Aceh sampai ke Papua. Kami gelar Festival Tunas Bahasa Ibu,” ujarnya.
Terkait keberadaan bahasa daerah di era digital ini, pihaknya pun melakukan terobosan dengan memperbanyak konten kreatif berbahasa daerah. Bahkan ia mengakui mengajak Duta Bahasa membuat konten yang menarik di platform media sosial termasuk TikTok, YouTube, Instagram, dan Facebook.
Apalagi generasi muda tak bisa lepas dari teknologi, sehingga hal tersebut dimanfaatkan. “Kami juga sudah menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu, dengan memanfaatkan teknologi, termasuk sayembara film berbahasa daerah dengan peserta anak muda,” ucapnya.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali, Valentina Lovina Tanate menambahkan seminar nasional ini merupakan bentuk penyamaan persepsi dari berbagai pihak atas signifikansi bahasa dan sastra daerah pada era revolusi industri 4.0. “Kami membutuhkan sudut pandang dari berbagai pihak, seperti peran perempuan, pemerintah daerah sebagai regulator langsung dan akademisi-akademisi yang mampu berperan sebagai penyaji dan pengevaluasi,” jelasnya.
Dalam seminar nasional ini, lanjut dia, dipaparkan kajian dan pandangan perihal revitalisasi bahasa daerah, sehingga mampu membuka cakrawala wawasan sekaligus menggerakkan semua pihak untuk mengambil peran dalam pelestarian bahasa daerah. (a/112)