
Munggu, DENPOST.id
Tradisi makotek rutin digelar Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi setiap Hari Raya Kuningan. Seperti sebelum-sebelumnya, makotek pada Sabtu (12/8/2023) juga diikuti ribuan krama desa adat dari 12 banjar. Masyarakat sudah melakukan persiapan sejak pukul 12.00. Tradisi makotek diawali dengan penyiapan kayu pulet, ujungnya dihiasi daun pandan serta tamiang. Kemudian dilanjutkan dengan menyucikan dan nedunang Tamiang Kolem yang disthanakan di Pura Puseh, Desa Adat Munggu. Setelah itu baru lah krama Desa Adat Mengwi menggelar makotek.
Bendesa Adat Munggu, I Made Rai Sujana, mengatakan, tradisi ini wajib diikuti seluruh krama 12 banjar adat. “Jumlah KK kami 1.138. Kalau dikalikan dengan empat karena tradisi makotek ini adalah wajib untuk seluruh krama desa adat, jumlahnya kurang lebih ada 4.000 orang lebih,” ungkap Rai Sujana.
Lebih lanjut dijelaskan, berdasarkan cerita dari pangelingsir di Munggu, tradisi ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.700 masehi. Pada masa kejayaan Kerajaan Mengwi, wilayah kekuasanaannya sampai ke Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. Mendengar wilayah kekuasaan tersrbut ingin direbut, pasukan Taruna Munggu kemudian melaksanakan semedi Pura Dalem Khayangan Wisesa.
Singkat cerita, pasukan Taruna Munggu berhasil mempertahankan wilayah kekuasaan Raja Mengwi di Blambangan. Mulai saat itu pelaksanaan tradisi makotek untuk memperingati kemenangan dan menghormati jasa-jasa pasukan yang telah gugur di medan perang. “Tetapi tradisi makotek di masa penjajahan sempat dilarang oleh Belanda. Kita dikiranya akan melakukan pemberontakan, karena saat itu menggunakan tombak,” terangnya.
Namun setelah beberapa kali tidak digelar, lanjutnya, terjadilah wabah penyakit di Desa Adat Munggu. Dari kejadian tersebut banyak masyarakat yang meninggal. Para tokoh agama dan adat kemudian melakukan negosiasi dengan penjajah. Akhirnya tradisi makotek kembali diizinkan dilaksanakan, namun menggunakan kayu pulet sebagai pengganti tombak. “Mulai saat itu, tradisi makotek dipercaya sebagai penolak bala, atau pengusir roh-roh jahat atau yang namanya bhuta kala. Dengan keyakinan itu, sampai sekarang dilaksanakan di Desa Adat Munggu,” pungkasnya. (115).