Dr.Togar Situmorang: Ada WNA Bisnis di Bali Anggap Regulasi Sangat Lemah

togar
Dr.Togar Situmorang

Denpasar, DenPost.id

Banyaknya warga negara asing (WNA) yang berbisnis di Indonesia, terutama Bali, lantaran regulasinya dianggap sangat lemah dan mudah. Antara UU dan pelaksana UU ternyata tidak satu arah. Artinya penegakan aturanlah yang diutamakan atau bahkan dengan cara-cara nego atau meloloskan si pelanggar, untuk lepas dari jeratan hukum. ‘’Ini yang sangat kita sayangkan,’’ ujar advokat senior, sekaligus pengamat kebijakan publik, Dr.Togar Situmorang, Minggu (13/8/2023)

Pria pria keturunan Batak yang lahir di Jakarta pada 18 Agustus 1966 ini  menambahkan jika UU memang dibuat demi kepastian hukum, hendaknya menimbulkan efek jera bagi si pelanggar. Selain itu, UU dibuat untuk membangkitkan kedaulatan RI. ‘’Jika kedaulatan ini disalahgunakan oleh pemegang regulasi (stakeholders), tentu juga sangat kita sayangkan,’’ ungkap Togar.

Amannya WNA bekerja ilegal atau tanpa izin selama ini di Bali, menurut dia, juga karena mereka tak mendapat ganjaran yang sepadan  sesuai UU. Padahal siapapun yang melanggar, termasuk WNA, seharusnya ditindak tegas oleh polisi. Ternyata, tambah Togar,  polisi pun tak bisa berbuat semena-mena karena menyangkut WNA. Mereka (polisi) jadi ewuh-pakewuh terhadap dubes suatu negara di Indonesia, sehingga melempar penanganannya ke Imigrasi. Sedangkan Imigrasi juga tidak bisa melakukan apa-apa karena sifatnya hanya menyangkut administrasi. ‘’Nah kalau begitu, WNA bersangkutan hanya dideportasi, padahal deportasi itu sifatnya tidak permanen. Hanya enam bulan berikutnya, si WNA bisa balik lagi ke Bali,’’ ungkap Togar.

Dia menambahkan WNA sengaja ‘’menyerbu’’ Bali, karena menganggap pulau ini adalah destinasi dunia yang sangat menarik bagi siapapun. Artinya Bali sebagai tujuan wisata utama yang banyak disukai warga dunia. Namun regulasinya sangat lemah dan tak ada penegakan hukum yang sampai membuat para WNA takut atau jera. Permasalahan lebih diperburuk lagi bila ada oknum penegak hukum yang tak mau terbuka alias transparan kepada publik dalam menangani suatu masalah. Padahal masyarakat luas sangat berharap ada persamaan di mata hukum bagi setiap orang, termasuk WNA. Cuma terkadang WNA ini dianggap banyak punya uang, berkuasa, atau ada cawe-cawe dari dubes mereka, sehingga banyak yang berhasil lolos. Mereka kemudian berembrio atau berkamuflase, sehingga seenaknya mencari nafkah di Bali tanpa tersentuh hukum. Togar memberi contoh WNA yang membangun vila seenaknya. Jika dilihat di lapangan, banyak vila yang melanggar aturan seperti tanpa ornamen Bali, malah bangunannya ngawur. Ada juga mengenai ketinggian bangunan yang dilanggar, atau penguasaan lahan lebih dari 1 hektar. ‘’Nyatanya ada WNA yang menguasai lahan berhektar-hektar. Mereka kerap memanfaatkan orang lokal yang mau dibayar, sehingga WNA itu lolos melalui notaris dan pengacara. Mereka juga lolos dari izin di sentra terpadu di pemda-pemda,’’ ungkap Togar.

Baca juga :  Kodam IX/Udayana Mulai Gunakan Vaksin Astrazeneca

Di samping itu ada WNA yang sengaja datang ke Bali dengan menggunakan kartu izin tinggal terbatas (Kitas), tapi memanfaatkan kesempatan untuk berbisnis. Mereka memakai orang lokal untuk dijadikan dirut, membuat PT, kemudian membeli tanah dan membangun vila. Vila-vila ini kemudian disewakan kepada sesama WNA, sehingga ada indikasi tipu-menipu. Hal itu karena pemilik menggunakan keterangan palsu, sehingga terhindar dari pajak lantaran tak ada NPWP.

Baca juga :  Sosialisasikan Program, Amerta Nilai Efektif Bersinergi Dengan Pers

Hal yang lebih parah lagi, oknum aparat seperti satpol PP kurang tegas menindak pelanggaran di lapangan. ‘’Misalnya kalau ada WNA yang membangun vila tanpa mengurus IMB. Seharusnya vila itu langsung disegel atau ditutup, tapi dibiarkan. Malah bisa diatur karena mencatut oknum pejabat,’’ tegasnya.

Mengenai sanksi buat WNA yang terbukti melanggar aturan berusaha ilegal, Dr.Togar menyebut semestinya diseret ke pengadilan dulu hingga dijatuhi vonis, kemudian barulah dideportasi.

Baca juga :  Pilkada Digeser, Denpasar Tetap Tanpa Calon Perseorangan

Dia juga menyebut ada masalah timbul antara si WNA dengan orang lokal, partnernya. Mereka konflik, karena tak ada kesepakatan untuk cari pemecahan masalah. Para WNA yang memanfaatkan orang lokal untuk kepemilikan lahan, namun dalam perjalanan bisnisnya, orang lokal tidak memperoleh hasil sesuai yang dijanjikan. ‘’Akibatnya terjadilah saling lapor ke polisi dan saling gugat di pengadilan,’’ tandas Togar. (yad)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini