
DALAM pidato pencapaian kinerja 5 tahun Tatanan Bali Era Baru pada sidang paripurna istimewa DPRD Provinsi Bali saat peringatan hari jadi ke-65 Provinsi Bali, Senin (14/8/2023) di Gedung Paripurna DPRD Bali, Gubernur Bali Wayan Koster juga mendapat apresiasi tepuk tangan, karena dinyatakan betul–betul berjuang memberi kebahagiaan dan kepastian kepada krama (masyarakat) Bali yang mengalami konflik agraria selama berpuluh–puluh tahun. Kini dengan kehadiran Gubernur yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini, tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang menuntaskan konflik agraria di Pulau Dewata.
Langkah besar dan bersejarah sebagai pencapaian visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dalam Bali Era Baru ditandai dengan terobosan berani bidang reforma agraria. Gbernur Koster berpihak nyata pada rakyat kecil yang berpuluh-puluh tahun, bahkan sampai ratusan tahun, menghadapi masalah tidak kunjung selesai. Adapun penyelesaian masalah reforma agraria secara terperinci diuraikan sebagai berikut pertama: menyelesaikan konflik agraria sejak tahun 1960 dengan memberi sertifikat hak kepemilikan tanah warga Desa Sumberklampok, Buleleng, dengan luas 612,93 hektar. Lahan itu dibagi untuk warga Desa Sumberklampok seluas 435,36 hektar (71,03%) dan untuk Pemprov Bali seluas 154,20 hektare (25,16%), Sisanya seluas 23,37 hektar berupa jalan, pangkung, dan sungai (3,81%). Sebanyak 800 sertifikat untuk tempat tinggal warga diserahkan pada 18 Mei 2021 dan sebanyak 813 sertifikat untuk tanah garapan warga diserahkan pada 22 September 2021. Kedua: menyelesaikan konflik agraria sejak tahun 1920 dengan memberi sertifikat hak ke pemilikan tanah tempat tinggal warga Kelurahan Tanjung Benoa, Badung, seluas 2,1 hektar. Sebanyak 90 sertifikat diserahkan pada 30 Mei 2022.. Ketiga: menyelesaikan konflik agraria sejak tahun 1970 dengan memberi sertifikat hak kepemilikan tanah tempat tinggal seluas 1,3 hektar, dan sebanyak 69 sertifikat yang terdiri atas 64 sertifikat untuk warga Tukad Unda, Kelurahan Semarapura Kangin, Klungkung, dan sisanya untuk Pemrov Bali, pura, dan Pemkab Klungkung, yang diserahkan pada 19 Juni 2022. Keempat: menyelesaikan konflik agraria sejak tahun 1970 dengan memberi sertifikat hak ke pemilikan tanah tempat tinggal seluas 1,1 hektar, serta sebanyak 64 sertifikat untuk warga Tukad Unda, Kelurahan Semarapura Kelod-Kangin, Klungkung, yang diserahkan pada 25 September 2022. Kelima: menyelesaikan konflik agraria sejak tahun 1930 dengan memberi sertifikat hak kepemilikan tanah tempat tinggal seluas 1,57 hektar, dan sebanyak 41 sertifikat untuk warga Banjar Mumbul, Kelurahan Benoa, Badung. Keenam: menyelesaikan konflik agraria sejak tahun 1920 dengan memberi sertifikat hak kepemilikan tanah tempat tinggal seluas 21,85 are dan sebanyak 12 sertifikat untuk warga Banjar Pesalakan, Tuban, Badung. Semua sertifikat yang diberikan untuk warga ini adalah gratis. ‘’Selain itu, titiang mengambil kebijakan menghibahkan tanah sah milik Pempov Bali antara lain kepada instansi vertikal (Kodam, Korem, Komando Operasi Udara II Pangkalan TNI AU I Gusti Ngurah Rai, Polri, Kejaksaan Tinggi Bali, Kementerian PUPR, Ombudsman Provinsi Bali, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Bawaslu, DPD RI, dan Badan Koordinasi Keamanan Laut, BKKBN Provinsi Bali) sebanyak 60 bidang tanah seluas 51,48 hektar dengan nilai Rp136 miliar lebih,’’ tegas Gubernur Koster.
Kepada pemkot/pemkab diserahkan sebanyak 226 bidang lahan seluas 88,73 hektar dengan nilai Rp195 miliar lebih. Kepada desa adat sebanyak 120 bidang tanah seluas 14,87 hektar dengan nilai Rp53 miliar lebih. Kepada desa sebanyak enam bidang tanah seluas 0,7 hektar dengan nilai Rp1 miliar lebih. Kepada pangempon pura sebanyak 13 bidang tanah seluas 3,4 hektar dengan nilai Rp581 juta lebih, dan kepada organisasi/lembaga sebanyak 10 bidang tanah seluas 1,1 hektar dengan nilai Rp5 miliar lebih. Pemberian hibah tanah ini untuk mendukung tugas fungsi masing-masing instansi, khususnya kepada desa adat agar lahan itu dimanfaatkan secara produktif. (dwa)