
Kreneng, DENPOST.id
Setelah melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, mantan anggota DPRD Badung, I Made Dharma dan belasan keluarganya dilaporkan ke Polda Bali. Sebagai terlapor, I Made Dharma dkk diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Unit 3 Subdit II Ditreskrimum Polda Bali. Pemeriksaan salah satu tokoh masyarakat Jimbaran, Kuta Selatan, Badung itu, buntut dari laporan mantan Lurah Jimbaran, I Made Tarip Widarta dkk, atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan asal usul keluarga.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Jansen Avitus Panjaitan, saat dimintai konfirmasi tak menampik adanya pemeriksaan tersebut. “Saya cek dulu hasil penyelidikannya ke penyidik,” ucapnya, Senin (28/8/2023).
Sementara menurut salah seorang sumber polisi di Polda Bali, penyidik sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan asal usul keluarga, sesuai Pasal 263 dan 277 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana yang terjadi di PN Denpasar. “Ya, Made Dharma dan sekitar 16 keluarganya telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik. Pemeriksaan dilakukan mulai Senin 3 Juli 2023,” katanya.
Pemeriksaan tersebut dibenarkan oleh I Made Dharma. Dia mengaku siap dan tidak mangkir dari panggilan pihak penyidik. “Bahkan ibu kami yang usianya 90 tahun datang memenuhi panggilan penyidik. Kami dalam kasus ini tidak pernah melakukan pemalsuan surat asal usul silsilah keluarga,” katanya, didampingi keluarga dan kuasa hukumnya I Nengah Nuarta.
Dharma menegaskan, dirinya dan belasan keluarga besarnya tidak pernah memalsukan silsilah. “Kami tidak pernah memalsukan. Silsilah itu memang aslinya. Bahkan ditandatangani mulai dari kepala lingkungan hingga camat. Meski dalam prosesnya tiba-tiba di kelurahan yaitu pak lurah telah mencabut tanda tangannya. Dan pernyataan pihak mereka (Made Tarip Widarta) yang menuduh kami membuat surat silsilah keluarga palsu, itu tidak benar. Mari hormati proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang sedang berjalan dan belum diputus oleh pengadilan,” pintanya.
Tak hanya menyangkal tudingan telah memalsukan silsilah keluarga, Made Dharma juga keberatan jika permasalahan dan sengketa tanah warisan keluarganya ini dikaitkan dengan laba Pura Dalem Balangan.
“Proses yang disampaikan pihak tergugat (di PN Denpasar) kami bantah. Karena kami tidak pernah menandatangani surat palsu. Saya juga tidak pernah menggunakan stempel Lurah atau aparat lainnya yang palsu. Selain itu, kami juga tidak pernah membuat surat yang masih hidup saya katakan meninggal dan yang meninggal saya katakan masih hidup. Jadi semua saya membantah,” tegasnya.
Made Dharma merasa leluhurnya tidak dihormati dan dilecehkan oleh pelapor. Menurutnya, para leluhurnya dari yang pertama sudah dilinggihkan atau dipuja di merajan besar. “Ada gambarnya dan ada objeknya. Bukan di rong tiga dan bukan di kemulan masing-masing keluarga. Sedangkan untuk Pura Dalem Balangan, diempon oleh banyak orang, ada dari wilayah Ungasan, Cengilin dan Pesalakan (Jimbaran),” bebernya, seraya mengatakan jika yang dia gugat adalah warisan, bukan pura.
Made Dharma menyinggung terkait tuduhan pelapor yang menyebutnya penyakap karang atau penggarap tanah. Dia menegaskan jika dia adalah pemilik tanah yang merupakan warisan dari leluhurnya. “Saya pemilik (tanah). Saya tidak akan berani memperjuangkan tanah itu jika bukan warisan leluhur. Saya keluar dari tempat itu bukan karena kalah, tetapi saya tidak mau terjadinya keributan. Saya memiliki keluarga besar yang banyak, saya menghindari terjadinya pertumpahan darah,” bebernya.
Made Dharma yang mengaku sebagai ahli waris yang sah dari I Wayan Selungkih, Ni Rumpeng, I Wayan Riyeg dan I Wayan Sadra menyatakan berani bersumpah hidup dan mati akan dan selalu mempertahankan hak leluhurnya. “Kami yakin hukum karma akan berlaku bagi orang-orang yang melawan leluhur,” ucapnya.
Menyambung keterangan Made Dharma, kuasa hukum I Nengah Nuarta, berharap agar semua pihak menghormati proses hukum yang sedang bergulir di PN Denpasar dan proses hukum di Polda Bali. “Jangan sampai sengketa ini dikaburkan substansinya. Karena dalam kasus tanah, di Bali banyak proses. Bahkan pemerintah juga ada satgas mafia tanah nasional. Maka semua harus diuji, dibuktikan dan diputuskan lewat pengadilan,” bebernya. (124)