Kereneng, DenPost.id
Setelah memeriksa 10 saksi, penyidik Polda Bali pada Selasa (19/9/2023) malam, kembali menetapkan tiga tersangka dalam kasus perusakan dan pembakaran Detiga Neano Resort di Bugbug, Karangsem. Dengan demikian, hingga sekarang sebanyak 16 warga Desa Adat Bugbug, ditahan di ruang tahanan Polda Bali.
Kabid Humas Kombes Jansen Avitus Panjaitan mengatakan penyidik Ditreskrimum Polda Bali kembali menetapkan tiga tersangka. Mereka dinyatakan terbukti terlibat dalam perusakan Detiga Neano Resort, Bugbug.
Dari hasil pemeriksaan 10 saksi, penyidik yang dipimpin Kasubdit III dan Kanit 5 Subdit III Ditreskrimum Polda Bali ini, menaikkan status tiga saksi menjadi tersangka. “Penetapan tersangka itu berdasarkan hasil pengembangan dari kasus perusakan Detiga Neano Resort yang terjadi pada 30 agustus 2023 sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/B/407/VIII/SPKT/ POLDA BALI, tertanggal 30 Agustus 2023,” tegas Jansen.
Ketiga tersangka berinisial NWT, NWP dan IWP. Sedangkan sebelumnya Polda Bali menetapkan 13 tersangka dalam kasus tersebut.
Sebelumnya DenPost .id memberitakan bahwa kasus pembakaran dan perusakan Resort Detiga Neano di Desa Adat Bugbug, Karangasem, terus diusut penyidik Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit.Reskrimum) Polda Bali. Sejumlah saksi yang dipanggil Polda Bali didampingi belasan warga Desa Adat Bugbug. Dengan mengenakan pakaian adat madya, warga menunggu dan berkumpul di areal parkir utara GOR Ngurah Rai, Denpasar. “Sebenarnya ada limabelas orang yang dipanggil untuk dimintai keterangan, namun seorang saksi tidak bisa hadir karena ada halangan,” kata penasihat hukum para saksi, Erwin Siregar, S.H..
Menurut Erwin, dari ke-14 saksi yang diperiksa itu, 12 di antaranya laki-laki dan dua perempuan. Satu orang di antaranya masih berstatus pelajar SMA. “Saya tegaskan kedatangan para saksi ini sebagai bukti jika kami warga negara yang baik dan taat hukum,” ungkap Erwin.
Dia menambahkan ada baiknya polisi tidak hanya memeriksa, namun langsung ditangkap dan ditahan. “Saya harap Polda Bali menangani kasus ini tidak melihat satu sudut pandang hukum saja, tetapi banyak aspek yang diperhatikan,” bebernya.
Erwin juga meminta polisi agar memproses pemilik dan kontraktor Resort Detiga Neano agar pengerjaan resort yang ditolak warga itu dihentikan sementara. “Jangan hanya kami yang diproses. Owner dan kontraktor juga bisa dituntut untuk menyelesaikan syarat-syarat pembangunan resort,” lanjutnya, seraya berharap agar polisi menangguhkan penahanan ke-13 tersangka yang ditahan sebelumnya.
Tim kuasa hukum para tersangka yang ditahan, Andreas, menilai jika penetapan ke-13 tersangka sebelumnya oleh Polda Bali menyalahi prosedur. Menurutnya, dalam penetapan tersangka itu, polisi tidak melalui gelar perkara. Padahal, menurut dia, Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2014 mensyaratkan hal tersebut. “Perlu diadakan gelar perkara sebelum menetapkan tersangka. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2014. Ke-13 tersangka sebelumnya tidak melalui gelar perkara. Itu melanggar prosedur. Terkait hal ini akan kami bicarakan lagi dengan klien,” ungkap Andreas.
Hal senada diungkapkan Ida Bagus Putu Agung, anggota tim kuasa hukum tersangka lainnya. Menurut dia, perusakan di Resort Detiga Neano dilakukan warga secara spontan. “Tidak ada aktor intelektual atau yang menyuruh. Warga datang ke sana atas kemauan mereka,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa warga melakukan protes dan menolak pembangunan Resort Detiga Neano lantaran berada di kawasan suci dan dianggap sakral. (yan)