BALI DISERBU TOKO MODERN BERJARINGAN, DAGANG KECIL MENJERIT

toko
ilustrasi toko berjaringan

SERBUAN toko modern berjaringan hingga ke pelosok-pelosok desa di Bali, tak hanya berdampak bagi perekonomian desa, namun juga mendegradasi (memerosotkan) warung-warung tradisional ke depan. Menjamurnya toko modern berjaringan ini seakan tak mampu dibendung. Hal ini merupakan dampak dari terbitnya Undang-undang (UU) Cipta Kerja Tahun 2020.

Menurut Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Badung I Made Agus Aryawan, dengan terbitnya UU No.11 Tahun 2020 tentang cipta kerja, yang selanjutnya diubah dengan UU No.6 Tahun 2022, akhirnya mengubah paradigma dan konsepsi perizinan berusaha dari pendekatan berbasis izin (license base) menjadi pendekatan berbasis risiko (risk based approach). Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko ini menimbulkan konsekuensi dan perubahan paradigma dalam pengawasan. Semula pengawasan lebih difokuskan pada pemenuhan persyaratan administrasi untuk mendapat izin yang dinilai menimbulkan beban administrasi dan birokrasi yang panjang, sedangkan pada kegiatan usaha berbasis risiko, pengawasan lebih dititik-beratkan pada kegiatan usaha untuk memenuhi standar dan persyaratan kegiatan.

Standar kegiatan usaha tersebut dimuat pada norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang mengatur jenis perizinan, standar, syarat, prosedur, dan jangka waktu penyelesaian. NSPK ditetapkan oleh pemerintah pusat dan berlaku secara nasional, di pusat maupun daerah. Pada PP No.5 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. Perizinan berusaha ini dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko (meliputi tingkat risiko rendah, menengah atau tinggi) dan peringkat skala kegiatan usaha yang meliputi UMK-M dan atau usaha besar.  ‘’Jenis perizinan berusaha untuk kegiatan usaha berisiko rendah berupa nomor induk berusaha (NIB) yang merupakan legalitas egiatan berusaha,” ungkapnya.

Khusus untuk perizinan usaha toko modern atau toko swalayan dengan KBLI 47111 (perdagangan eceran berbagai macam barang terutama makanan, minuman atau tembakau di minimarket/supermarket/hypermarket),  menurut Agus Aryawan, melalui UU tentang cipta kerja dilakukan penyederhanaan perizinan berusaha. Hal itu menyangkut izin prinsip, izin mendirikan bangunan (IMB), izin usaha toko modern, surat izin toko obat, surat tanda pendaftaran waralaba, izin domisili, izin lingkungan, serta berbagai rekomendasi yang dilakukan secara terpusat melalui sistem elektronik, sehingga tidak lagi memerlukan perizinan dan persetujuan dari masing-masing daerah. “Dengan penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, maka proses perizinan berusaha untuk toko swalayan lebih sederhana dan terstandar secara nasional. Pengusaha dapat melakukan proses perizinan berusaha secara elektronik atau online single submission (OSS) untuk mendapat nomor induk berusaha (NIB) yang terbit otomotis dari lembaga OSS dan penerapan standar atau izin yang diperlukan berupa standar toko swalayan,” tegasnya.

Lebih lanjut peraih predikat cumlaude Doktor Ilmu Lingkungan  Universitas Udayana ini menyebut perkembangan pembangunan usaha toko swalayan di Kabupaten Badung dalam tiga tahun terakhir ini meningkat cukup signifikan sebagai dampak kemudahan dalam perizinan berusaha melalui OSS. “Kondisi pada tahun 2020 berdasarkan data dari dinas teknis, terdapat 652 toko swalayan yang meliputi minimarket 617 usaha, supermarket 32 usaha, hipermarket tiga usaha, dan department store satu usaha. Selanjutnya data yang terekam dari sistem OSS hingga September 2023 terbit 928 perizinan berusaha (mencakup usaha baru dan usaha lama) yang meliputi minimarket sebanyak 928 usaha dan departemen store satu usaha. Hal ini menunjukkan di Kabupaten Badung ada peningkatan perizinan berusaha toko swalayan dalam rentang waktu tiga tahun sekitar 279 usaha yang tersebar di seluruh kecamatan,” bebernya. Agus Aryawan merinci untuk di Kecamatan Kuta Selatan (Kutsel) tercatat 217 usaha, Kuta Utara 264 usaha, Kuta 286 usaha, Mengwi 93, Abianseamal 60, dan Petang delapan usaha. Jumlah ini tentu perlu divalidasi kembali apakah seluruhnya masih aktif karena perizinannya terbit otomatis tanpa memerlukan verifikasi dari dinas teknis.

Sedangkan Kepala Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Badung Made Widiana, saat ditanya apakah toko swalayan mempengaruhi daya jual pedagang di pasar tradisional mengatakan bahwa pihaknya selama ini belum pernah melaksanakan survei tentang hal tersebut. “Tetapi berdasarkan pengamatan memang ada pengaruh, terutama pada warung-warung yang ada di sekitar toko itu,” tandasnya.

Untuk di Jembrana, toko modern berjaringan belakangan ini pun terus bertambah dan menjamur. Bahkan toko modern ini  merambah hingga pelosok pedesaan. Kondisi itu mengakibatkan para pedagang kecil menjerit karena terancam sepi pembeli, bahkan bisa gulung tikar alias bangkrut.

Data di Dinas  Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (PMPTSPTK) Jembrana dan Dinas Perindagkop Jembrana, jumlah toko modern berjaringan di Jembrana sampai saat ini terdata 27. Sebagian besar berlokasi di Kecamatan Negara yakni delapan toko, Kecamatan Jembrana enam toko, Kecamatan Mendoyo lima toko, Kecamatan Pekutatan satu toko, dan Kecamatan Melaya empat toko. Selain di ruas jalan nasional Denpasar-Gilimanuk dan jalan protokol di kawasan perkotaan, kini toko modern berjaringan semakin menjamur hingga kawasan pedesaan. Toko modern merangsek pedagang kecil di desa-desa. Tak hanya berdekatan dengan pasar tradisional, toko modern berjaringan berdiri hanya beberapa meter di sekitar warung kecil, bahkan hingga berhadap-hadapan dengan pedagang kecil. Kalau begitu, nasib para pedagang kecil (warung dan sejenisnya) pasti kalah saing. Selain harga lebih murah dan jenis barang yang dijual sangat komplit, kenyamanan toko modern berjaringan jauh lebih baik ketimbang toko-toko kecil. Lalu bagaimana mereka mampu bersaing menghadapi konglomerat nasional yang kaya-raya dan menggurita?

Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (PMPTSPTK) Jembrana, Made Gede Budhiarta, mengakui jumlah toko berjaringan di Jembrana meningkat drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Budiarta menambahkan sesuai UU Cipta Kerja dan PP No.5 Tahun 2021, toko modern berjaringan memang termasuk kelas UMKM yang berisiko rendah. “Kalau  risiko rendah, maka tidak ada proses persetujuan dari penyanding. Toko modern itu juga masuk sebagai UMKM dengan modal tidak lebih dari Rp5 miliar,” tegasnya.

Setelah ditetapkannya regulasi tersebut, menurut Budiarta, para pengusaha cukup mengurus izin melalui OSS. Setelah melengkapi dan mengisi data di sistem, pemohon bisa langsung mendapat izin tanpa melalui proses ke pemkab. Akibatnya Perda Jembrana yang mengatur toko modern berjaringan, praktis tak berlaku lagi. Dia mengaku bahwa pemda hanya punya kewenangan mengawasi izin yang sudah diterbitkan melalui OSS sesuai tugas OPD masing-masing. “Seperti di kami (Dinas PMPTSPTK) melakukan pengawasan terkait klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLUI). Kemudian Dinas Pekerjaan Umum mengawasi izin persetujuan bangunan gedung (PBG) yang dulu bernama izin mendirikan  bangunan (IMB),”  jelasnya.

Serbuan toko modern berjaringan juga tak mampu dibendung Pemkot Denpasar. Hal itu karena segala bentuk proses perizinan untuk toko swalayan kini ditentukan oleh pusat. Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Denpasar IB Yoga Endharta tak menampik bahwa toko modern berjaringan semakin banyak tumbuh di Denpasar. “Berdasarkan regulasi Perwali No.21 Tahun 2023 sebagai pengganti Perwali No.9 Tahun 2011 tidak berlaku lagi karena tidak relevan menyangkut perizinan. Perwali No.9 masih menggunakan nama  pasar tradisional dan toko modern. Kalau Perwali No.21 pasar tradisional menjadi pasar rakyat dan toko modern menjadi toko swalayan,” tegasnya.

Yoga Endharta menambahkan dalam mengurus izin toko modern berjaringan ini diperlukan proses verifikasi ke Kemenkumham. Selain itu untuk proses pengajuan sampai izin keluar keluar dari pusat ditempuh melalui OSS. Hal itu diartikan juga sebagai perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik tanpa melibatkan pemda. “Mengingat izin masuk atau keluar di risiko rendah begitu saja, makanya toko swalayan (modern) berjaringan bisa masuk ke pelosok-pelosok permukiman warga. Sedangkan pada Perwali No.21, Pemkot Denpasar hanya bisa membatasi jam operasional toko ini,” tambahnya.

Yoga menyebut untuk batasan jam operasional toko berjaringan yang berjarak 100 meter dari pasar rakyat bisa buka pukul 10.00 sampai pukul 21.00. “Kami hanya bisa membatasi jam operasional sesuai Perwali No.21. Apalagi sampai kini ada ratusan toko modern berjaringan di wilayah Kota Denpasar. Jumlah ini bisa saja nanti bertambah,” ungkapnya.

Dewasa ini masuk era perdagangan bebas, sehingga para pemilik warung, toko-toko kecil, maupun pasar rakyat, pasti kena imbasnya. Karena itu, para pedagang kecil dituntut memberi pelayanan lebih kepada pembeli di tengah gempuran toko swalayan berjaringan.

Sementara itu, untuk di Buleleng hingga kini tercatat 103 toko modern berjaringan. Tak hanya di kota, sama halnya dengan kabupaten/kote lainnya, toko modern berjaringan di Buleleng merambah pelosok-pelosok desa. Memang diakui toko modern ini mematikan warung tradisional di sekitarnya. “Gengsi masyarakat berbelanja di toko modern juga semakin mematikan warung-warung tradisional. Namun kami berusaha untuk memberikan pendampingan kepada pengelola koperasi dan Bumdes agar mampu mengubah konsep melayani konsumen,” imbuhnya.

Sedangkan Kadis Pelayanan Terpadu Buleleng Made Kuta mengatakan bahwa pendirian toko modern hingga ke pelosok desa bukan menjadi kewenangannya. “Sekarang tidak ada lagi. Saya tidak pernah tanda tangan izinnya, mungkin lewat OSS RBA,” tandasnya.

Khusus untuk di Kabupaten Klungkung, pemkab setempat sudah mengantisipasi serbuan toko modern berjaringan. Selain rutin memonitoring, pemkab juga mengeluarkan Surat Edaran (SE) Bupati No.510/227/Diskop tentang pengaturan jam kerja pusat perbelanjaan dan toko swalayan. SE ini untuk menindaklanjuti Perda Klungkung No.13 Tahun 2018 tertanggal 19 Desember 2018 tentang penataan dan pembinaan pasar rakyat, pusat perbelanjaan, dan toko swalayan. Untuk jam kerja pengusaha minimarket, hypermart, departemen store dan supermarket, diatur pada Senin sampai Jumat yakni wajib tutup pukul 22.00. Untuk Sabtu dan Minggu tutup pukul 23.00.  Sedangkan pada hari- hari besar keagamaan atau libur nasional, tutup tahun buku atau tutup tahun akuntansi, sampai dengan pukul 00.00.

Menghadapi tantangan ekonomi yang semakin berat, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mendorong koperasi dan UKM supaya lebih inovatif. Bahkan untuk ke depan, Bupati asal Ceningan ini memberi kesempatan kepada koperasi dan UKM membangun minimarket sebanyak-banyaknya guna menghadapi toko modern berjaringan. “Ekonomi berbasis kerakyatan ini harus diperkuat karena merupakan tulang punggung perekonomian nasional dan sah menurut UU,” tegas Suwirta belum lama ini.

Menurut dia, ekonomi kerakyatan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Ketika terjadi guncangan, maka tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian rakyat. Bupati mendorong agar  koperasi dan UKM digerakkan terus. Terutama koperasi atau UKM yang memiliki sektor lain, selain simpan-pinjam. “Pemerintah juga harus berkomitmen memberi pelatihan dan modal. Hal ini harus diikuti, jangan sampai kualitas mereka turun,” tegasnya.

Bupati Suwirta yakin koperasi dan UKM berpengaruh terhadap menurunnya kedalaman kemiskinan. Maka dari itu sebagai orang nomor satu di Klungkung ini gencar memberdayakan koperasi dan UKM, termasuk membangun pasar desa. “Ekonomi kerakyatan ini juga harus dibangun secara gotong royong dan ada sinergitas anatara koperasi, UKM dan lainnya.  Misalnya koperasi bekerjasama dengan Bumdes. Bumdes bekerjasama dengan UKM, sehingga pemerintah tinggal mendukung, dan tidak perlu menggelontor modal besar,” terangnya.

Suwirta mendorong agar koperasi dan UKM di Klungkung inovatif, termasuk mencari peluang, perlindungan serta proteksi. Tanpa perlindungan dan proteksi, juga sulit berkembang.  “Selama ini yang menjadi kendala UKM adalah pasar. Jadi agar koperasi dan UKM berkembang, kita harus menggunakan produk kita  sendiri,” tandasnya.

Seorang pedagang tradisional, N.Darta, menyebut pemerintah mesti membatasi jumlah toko modern berjaringan agar pedagang kecil tak semakin terjepit atau bangkrut. Jika jumlah toko berjaringan tidak distop, maka rakyak kecil akan semakin merana, bahkan bangkrut, sedangkan pemodal besar yang memiliki toko modern menggurita tentu akan semakin kaya. ‘’Dimana keadilan di negeri ini? Berilah peluang rakyat kecil juga berkembang, jangan hanya memanjakan konglomerat,’’ tandas pedagang kecil di Denpasar ini.

Di bagian lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bangli I Wayan Gunawan mengungkapkan meski toko modern berjejaring terus bertambah di Bangli, sejauh ini tak terlampau berdampak terhadap pasar tradisional maupun warung-warung kecil. Hal itu karena operasional pasar tak sampai 24 jam, yakni hanya beberapa jam, dan segmen pembelinya berbeda. Malahan toko modern untuk di desa seperti Susut dan Tembuku cukup berarti bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tak bisa diakses di pasar atau swalayan yang besar. Terlebih di Bangli (kota) sejauh ini belum memiliki swalayan atau supermarket, berbeda dengan di kabupaten/kota lainnya di Bali, misalnya Denpasar dan Badung. “Kalau yang di desa, toko modern macam ini justru dinanti masyarakat. Mereka dengan mudah dan cepat kalau membeli atau membutuhkan sesuatu. Meski ada warung-warung, terkadang ada kebutuhan yang tak dijual di sana. Masyarakat juga bisa memilih kalau hanya membeli kebutuhan skala kecil misalnya detergen kemasan saset bisa ke warung. Kalau mau yang lebih besar barulah mereka ke toko,” tandasnya. (tim dp)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini