Singaraja, DENPOST.id
Sejumlah krama Desa Melinggih di Desa Nagasepaha berbusana berbeda dibandingkan krama desa lainnya. Busana yang mereka pakai selayaknya pakaian penari dengan riasan dan kreasi tersendiri.
Krama Desa Melinggih ini, akan Ngigel Desa di Pura Desa, Desa Nagasepaha, usai pelaksanaan piodalan. Secara turun temurun, warga Desa Nagasepaha rutin melaksanakan tradisi ini. Pelaksanaan tradisi ini dianggap sebagai sujud syukur atas pelaksanaan piodalan di Pura Kahyangan Tiga Desa Nagasepaha, yang dilaksanakan pada sehari, setelah purnama sasih kapat.
Diiringi tetabuhan tua khas Desa Nagasepaha, mereka menari di hadapan ribuan krama Desa Nagasepaha. Ada yang menari dengan serius, bahkan ada pula beberapa penari yang mengundang gelak tawa. Panitia karya memberikan waktu kurang lebih 5 menit untuk krama desa untuk menari. Sebagai tanda sudah dilaksanakan sesolahan, para penari diwajibkan menyentuh api damar yang diletakkan di madya mandala.
Salah satu krama Melinggih, Made Alit Budiarta menjelaskan sebagai krama Desa Melinggih yang baru, hal ini merupakan suatu tantangan dan tradisi yang wajib dilaksanakan. Bahkan menurut Alit Budiarta, pelaksanaan Ngigel Desa ini sebagai uji mental krama Desa Melinggih untuk tampil di hadapan masyarakat banyak. Pihaknya pun sudah mempersiapkan dari jauh – jauh hari sarana dan prasarana Ngigel Desa, termasuk sempat berlatih menari agar gerakan tidak terlihat kaku.
“Ini merupakan tantangan dan tradisi yang wajib kami laksanakan. Persiapan sudah sebelum odalan, baik itu keris hingga busana tetarian. Bahkan sempat pula berlatih menari,” kataAlit Budiarta, Minggu (1/10/2023).
Pihaknya pun merasa sangat senang bisa melestarikan dresta yang diwariskan leluhur secara turun temurun. “Sebagai krama, kami pasti bersemangat dan bergembira melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan rasa persatuan dan persatuan dengan sesama krama desa adat,” ujarnya.
Sementara penglisir desa, Jro Wayan Awina mengungkapkan krama Melinggih yang masesolah kali ini dilaksanakan secara spontan. Hal ini tidak terlepas dari tradisi yang sering ditemui setiap dua tahun sekali. Bahkan menurut Awina, sudah menjadi kewajiban bagi krama desa tidak hanya Desa Melinggih untuk bisa ngayah masesolahan Ngigel Desa, termasuk duduk di bale panjang.
“Wajib hukumnya bagi krama desa untuk duduk di bale panjang. Ini juga nantinya akan diteruskan oleh gerasi muda bagaimana generasi ke depan tetap ajeng, lestari dan terjaga,” ucapnya.
Kelian Desa Adat Nagasepaha, Jro Mangku Made Darsana menjelaskan pelaksanaan Ngigel Desa biasanya dilaksanakan pada wayonan atau sehari menjelang puncak piodalan. Tradisi yang ada sejak dahulu ini, sebagai sujud syukur atas pelaksanaan pujawali di Pura Kahyangan Tiga Desa Nagasepaha.
“Sasolahan ini sebagai sujud syukur atas pelaksanaan pujawali di Pura Kahyangan Tiga yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Ini wajib dilaksanakan bagi krama Desa Negak untuk masesolahan,” terangnya.
Rangkaian Ngigel Desa ini diawali dengan mendak para penari di balai banjar oleh krama saye yang diiringi dengan tetabuhan baleganjur. Para krama negak ini dipendak untuk menuju bale panjang yang terletak di pura desa.
“Ketika krama desa sudah duduk di balai panjang, tidak boleh kemana – kemana lagi. Kebutuhan saat duduk di balai panjang akan dilayani oleh krama saye. Sebelum mereka masesolah, mereka wajib hukumnya ngaturang persembahyangan,” katanya. (118)