
Singaraja, DENPOST.id
Nyoman Werdiasa (41), petani asal Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Buleleng, menggugat PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai turut tergugat. Kuasa Hukum korban, Gede Erlangga Gautama,SH.MH., Rabu (4/10/2023), mengatakan uang korban senilai Rp248 juta lebih hilang tak berbekas.
Kasus ini sangat memilukan bagi korban yang hanya seorang warga biasa, dengan tabungan yang dikumpulkan bertahun-tahun. “Klien kami awalnya membuka tabungan BRI Simpedes pada BRI di Banyuatis, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, sejak 4 Oktober 2016. Saat dinyatakan hilang, saldo terakhir korban senilai Rp248.149.485,80 (dua ratus empat puluh delapan ribu seratus empat puluh sembilan empat ratus delapan puluh lima koma delapan rupiah),” ungkapnya.
Disebutkan dia, kasus ini berawal dari, Sabtu (19/8/2023) sekitar pukul 21.14 Wita. Korban tiba-tiba menerima notifikasi melalui SMS dan email yang berisikan informasi transfer dari rekening korban ke sejumlah rekening bank lain. Sementara korban tidak pernah transfer atau transaksi transfer itu, di luar pengetahuan korban.
“Klien saya tidak pernah transfer atau transaksi di hari itu. Bagaimana mungkin ada transaksi yang tidak sepengetahuan klien kami bisa terjadi. Dan klien kami hanya menerima notifikasi bahwa transaksi itu sudah terjadi. Dari mana mereka tahu nomor rekening klien kami. Darimana mereka tahu PIN klien kami, dan yang paling menyakitkan adalah setelah ada notifikasi tersebut, klien kami buka aplikasi BRImo, tetapi aplikasi tersebut sudah terblokir, sudah tidak bisa diakses,” ujarnya.
Karena BRImo sudah tidak bisa diakses, korban dengan disaksikan keluarga besar dan teman-temannya mencoba menghubungi call center BRI. Setelah tersambung di call center BRI, korban menjelaskan kronologi transaksi transfer janggal yang korban sendiri tidak tahu dan tidak kenal dengan penerima.
Pihak BRI melalui layanan call center menjelaskan jika tidak ada transaksi yang terjadi. Namun untuk keamanan uang, korban meminta agar nomor rekening sementara diblokir dulu. Pihak call center BRI setuju diblokir, namun meminta korban agar mendatangi BRI tempat di mana rekening dibuka.
Karena kejadiannya Sabtu malam, di mana BRI sudah tutup dan besoknya libur, maka baru bisa mendatangi BRI Banyuatis pada, Senin (21/8/2023). Saat itu, korban berkomunikasi dengan petugas di teller BRI dan juga menyerahkan HP agar bisa dicek oleh petugas. Dan benar, telah terjadi transfer dengan sangat janggal.
Penjelasan dari petugas teller terdapat kejanggalan-kejanggalan informasi antara notifikasi SMS dan e-mail. Pertama, pada notifikasi SMS dari BRI Noti menunjukkan bahwa telah terjadinya dana keluar sebanyak 6 kali dengan jumlah Rp50 juta dan sebanyak 1 kali dengan jumlah Rp48 juta, sehingga totalnya sebesar Rp348 juta (tiga ratus empat puluh delapan juta rupiah).
Padahal dalam rekening korban hanya memiliki saldo sejumlah Rp248.149.485,80. Kedua pada e-mail korban, korban menerima 5 e-mail yang berisi pemberitahuan terkait adanya transfer dana dari rekening korban ke beberapa rekening di Bank Jago, dengan nama yang tidak dikenal oleh korban sebesar Rp50.002.500,m (lima puluh juta dua ribu lima ratus rupiah) sebanyak 4 kali dan Rp48.002.500 (empat puluh delapan juta dua ribu lima ratus rupiah) sebanyak 1 kali, sehingga totalnya menjadi Rp248.012.500 (dua ratus empat puluh delapan juta dua belas ribu lima ratus rupiah).
“Padahal pada saat menghubungi call center BRI, dikatakan bahwa pada saat itu tidak terdapat transaksi sebagaimana yang dinyatakan oleh SMS ataupun email. Karena pada hari Sabtu saat notifikasi masuk tersebut, tidak ada informasi yang pasti terhadap keadaan uang di rekening klien kami,” imbuhnya.
Petugas beralasan tidak ada sistem untuk akses ke sisa saldo milik korban. Tetapi saat print rekening koran, bukti transfer terjadi hanya beberapa menit atau sebelum komunikasi dengan call center BRI. Artinya dari bukti notifikasi itu, transfer atau transaksi itu tidak sampai 5 menit, uang raib semua. Berdasarkan print out dan buku tabungan, ternyata memang benar telah terjadi dana keluar secara tiba-tiba tanpa persetujuan korban.
Saat konfirmasi soal aplikasi BRImo yang tidak bisa diakses, dijelaskan sebelum hal tersebut terjadi, terdapat SMS yang baru diketahui oleh korban pada, 21 Agustus 2023, yang menyebutkan perangkat BRimo anda berubah. Korban bersama tim kuasa hukum mencoba mengadukan hal ini ke OJK Bali.
Kuasa hukum korban, Gede Erlangga Gautama akhirnya mendampingi korban membuat pengaduan resmi ke BRI dan OJK Bali. Namun jawaban OJK sangat tidak memuaskan. Bahkan pihak BRI malah meminta nasabah untuk mengurus sendiri ke Bank Jago. Setelah dicek, Bank Jago itu adalah Bank Maya, tidak punya kantor secara fisik.
“Kami juga sudah ke OJK. Ternyata OJK hanya membuat surat pengantar ke BRI. Masa sekelas OJK hanya seperti itu, hanya seperti pegawai Pos mengantar surat. Tidak ada upaya sama sekali untuk memediasi, mempertemukan kami dengan BRI. Kami disuruh kembali ke BRI yang hasilnya sama saja, yaitu disuruh berkoordinasi dengan Bank Jago,” ujarnya.
Karena mendapat ketidakadilan dan jaminan rahasia nasabah, korban bersama kuasa hukum akhirnya melaporkan kasus tersebut secara perdata ke PN Singaraja, sebagai locus perkara tersebut terjadi. Adapun pihak yang dilaporkan atau tergugat, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk., sebagai tergugat dan OJK sebagai turut tergugat.
“Dapat kita lihat bersama buruk dan lemahnya sistem dari BRI, sehingga nasabah jadi korban. Dan dapat kita lihat pula secara jelas dan terang telah terjadinya kegagalan sistem yang dimiliki oleh BRI, karena tidak melakukan pencegahan dan konfirmasi secara rinci kepada pemilik akun BRImo ataupun pemilik perangkat pemindahan perangkat BRImo. Nasabah sangat dirugikan. Apalagi yang dirugikan adalah nasabah miskin, petani kecil di desa,” tegas pengacara yang akrab dipangil Pak Dega ini.
Gugatan perdata sudah diterima di PN Singara dengan nomor registrasi atau nomor perkara: 635/Dpt.G/2023/PN Sgr. “Sistem ini kan dibuat oleh BRI. Kami paham bahwa tidak semua sistem yang sempurna. Tetapi yang kami minta adalah bila terjadi sesuatu kerugian akibat sistem, maka perlu jaring pengaman oleh pembuat sistem yakni BRI. Minimal tanggungjawab BRI untuk melindungi nasabahnya. Ini malah nasabah disuruh berkoordinasi dengan Bank Jago yang ada di dunia maya. Dimanakah tanggungjawab BRI. Kami minta negara harus hadir di sini agar korban berikutnya tidak terjadi lagi,” tandasnya. (118)