
KABUPATEN Badung tidak saja terkenal dengan kawasan wisatanya, namun juga memiliki histori keakraban antarumat beragama, khususnya Hindu dan Islam. Seperti yang terlihat di Banjar Adat Angantiga, Desa Petang, Badung. Puluhan tahun hidup berdampingan, warga yang berbeda keyakinan tetap menjunjung tinggi toleransi.
Selain kedekatan antarumat, pemerintah pun tidak pilih kasih dalam memberikan perhatian. Tidak hanya pura, tempat ibadah umat lain yakni masjid dan gereja pun tak luput dari bantuan pemerintah.
Dari kunjungan DENPOST.id di Banjar Adat Angantiga, suasana akrab antarumat Hindu-Muslim sangat terasa. Kondisi ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Rumah masyarakat Muslim Bugis berdampingan dengan masyarakat Hindu asli Desa Petang. Tidak hanya itu, tempat pemakaman juga berdampingan antara Pura Dalem Desa Adat Angantiga dengan pemakaman muslim Angatiga.
Di saat hari raya besar keagamaan, Hindu-Muslim Angantiga Petang ini juga saling berbaur. Seperti saat Hari Raya Galungan, tradisi ngejot ke masyarakat muslim sudah biasa dilakukan. Begitu juga kegiatan Hari Maulid Nabi Muhammad masyarakat Hindu yakni pecalang adatnya juga ikut membantu dalam menjaga suksesnya perayaan tersebut.
Tokoh Masyarakat Desa Petang yang juga mantan Perbekel Desa Petang, I Wayan Suryantara, mengungkapkan, toleransi Hindu-muslim di Banjar Angantiga ini dikarenakan adanya perjalanan sejarah dari Puri Carangsari. “Di mana kawasan Angantiga ini adalah wilayah dari Puri Carangsari dan sering terjadi masalah, sehingga ada tiga tokoh Daeng yang dianggap dan dipercaya memiliki suatu kemampuan untuk menjaga wilayah ini sehingga muncul nama Banjar Angantiga saat ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan, sameton hindu di Angantiga ini sebetulnya belakangan ada. Dari segi tata wilayah di Angantiga ini, banyak lahan atau tanah dimiliki oleh keluarga kampung muslim Angantiga. “Sejalan dengan hal ini, terjadilah akulturasi kebudayaan antara Hindu-Muslim di sini. Kebersamaan kedua umat ini sangat kental sekali. Bahkan dulu kami sempat merancang untuk membuat prasasti yang bertuliskan tinta emas agar mengenang sejarah Angantiga ini dan jangan sampai ada modifikasi sejarah di kemudian hari,” paparnya.
Dia menegaskan, pasukadukaan Hindu-Muslim Angantiga saat ini masih terjaga saat ini. (dwa)