
Dangri, DENPOST.id
Tingginya kebutuhan akan pemukiman di Kota Denpasar mengakibatkan pengkavlingan lahan makin marak. Hanya saja, dalam praktiknya banyak pengembang yang belum menyediakan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) ketika membuka lahan untuk pemukiman. Kalaupun ada yang menyiapkan fasos dan fasum, namun luasannya tidak memadai, sehingga tidak bisa dimanfaatkan warga.
Menyikapi kondisi ini, jajaran DPRD Denpasar melalui Pansus XXVIII sedang menggodok ranperda tentang penyediaan dan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan permukiman kepada pemerintah daerah. Pembahasan ranperda ini, dilaksanakan, Kamis (12/10/2023) antara Pansus XXVIII dengan OPD terkait yang dipimpin Ketua Pansus I Ketut Budha, didampingi Sekda Kota Denpasar, IB.Alit Wiradana dan Kepala Dinas Perkimta I Gede Cipta Sudewa.
Dalam rapat kerja yang dihadiri sejumlah anggota Pansus XXVIII seperti I Wayan Suadi Putra, Eko Supriadi, I Wayan Duaja dan AA Gede Mahendra, mengemuka usulan agar dalam perda pengganti Perda No.6 tahun 2005 ini, mengatur tentang syarat minimal bagi pengembang untuk bisa mendapatkan izin. Salah satu hal yang krusial, yakni penyediaan drainase selain penyediaan jalan yang memadai.
Anggota Pansus XXVIII, Wayan Suadi Putra, meminta agar dalam perda ini mengatur tentang syarat minimal yang harus dipenuhi oleh pengembang. Karena selama ini banyak yang belum menyediakan saluran drainase ketika membuka lahan baru untuk perumahan. “Kami minta agar dalam perda ini mengatur yang sangat dasar ini,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Sementara itu, Sekda Alit Wiradana menyatakan akan mengakomodir sejumlah usulan ini untuk kebaikan ke depan. Saat ini, sesuai dengan Perda No. 6 tahun 2005, telah mengatur sejumlah ketentuan, di antaranya pengkavlingan seluas 1.500 meter persegi hingga 2.500 meter persegi, wajib menyediakan jalan paling kurang lebar 6 meter. Sedangkan pengkavlingan dengan luas 2.500 meter persegi hingga 5.000 meter persegi, wajib menyediakan jalan dengan lebar 6 sampai 8 meter.
Alit Wiradana menambahkan, dalam perda baru ini ke depan juga akan mengatur agar fasum dan fasos yang harus disediakan pengembang benar-benar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Karena selama ini banyak ditemukan fasus dan fasos yang tidak jelas. Misalnya saja, luasan fasum dan fasos tidak proporsional, seperti lebar 2 meter dengan panjang 50 meter, sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum. “Semua masukan ini nantinya akan diakomodir untuk penyempurnaan,” kata Alit Wiradana. (kar)