Pakelem Karya Agung Danu Kerthi Dipuput Sebelas Sulinggih

picsart 23 10 15 11 54 42 762
PAKELEM - Pakelem di Danau Batur, Kintamani, Bangli.

Bangli, DENPOST.id

Puncak Karya Agung Danu Kerthi, Tawur Agung Labuh Gentuh, Meras Danu lan Gunung, Bhakti Pakelem ring Segara lan Puncak Gunung Batur, Mapaselang lan Mapadanan berlangsung pada tilem kapat, Sabtu (14/11/2023). Upacara pakelem lima tahun sekali ini dipuput 11 sulinggih.

Manggala karya, Jero Gede Batur Duuran menjelaskan puncak upacara pemuliaan Danau Batur yang persiapannya telah berlangsung sejak, 2 September 2023, terdiri atas tiga kegiatan utama, yakni Tawur Agung Labuh Gentuh, Mapakelem di Puncak Gunung, dan Danau Batur, serta Mapaselang. Di mana, Tawur Labuh Gentuh digelar di areal utama mandala Pura Segara Ulun Danu Batur, dipuput Ida Pedanda Gde Putra Bajing dari Griya Tegaljingga, Denpasar; Ida Pedanda Gde Putra Kekeran dari Griya Blahbatuh, Gianyar; Ida Pedanda Rai dari Griya Pidada Sengguan, Klungkung; Ida Pedanda Budha dari Griya Saraswati, Batuan, Gianyar; Ida Pandita Mpu Nabe Siwa Putra Daksa dari Griya Agung Lingga Acala, Gianyar, dan Jero Gede Sengguhu Tumburuwasa dari Griya Jero Gede Sengguhan, Lambing, Badung.

Tawur Agung Labuh Gentuh menggunakan sarana-prasarana wewalungan (binatang), seperti kerbau, sapi, luwak, manjangan, anjing blangbungkem, kijang, petu, babi butuan, kambing, angsa, banyak, bebek belang kalung, bebek buli sikep, dan berbagai jenis ayam menurut warna.

Selanjutnya, pakelem di puncak Gunung Batur, dilaksanakan di dua tempat, yakni Puncak Kawasan Gunung Batur dan Puncak Kanginan Gunung Batur (kawah utama). Upacara tersebut dipuput Ida Pedanda Gde Ngurah Keniten dari Griya Kediri, Sangeh, Badung; Ida Pedanda Gde Made Rai Keniten dari Griya Denpasar, dan Ida Pedanda Budha dari Griya Gunung Sari, Ubud, Gianyar.

Pada saat Mapaselang, upacara dipuput pula empat orang sulinggih, yakni Ida Pedanda Oka Buruan dari Griya Sandingsuta Manik Manuaba, Pejeng, Gianyar; Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang dari Griya Buduk, Badung; Ida Pedanda Rai dari Griya Pidada Sengguan, Badung, dan Ida Pedanda Istri Karang dari Griya Sibetan.

Dalam kesempatan ini, Jero Gede Batur mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu pelaksanaan upacara. Ia menuturkan upacara Danu Kerthi merupakan ritual yang diamanatkan para Penglingsir Batur sebagai cara untuk memuliakan dan berterimakasih kepada alam, khususnya Danau Batur.

“Upacara Danu Kerthi termuat dalam Rajapurana Pura Ulun Danu Batur, khususnya pada lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana. Pada tahun ini, kami menggunakan pola yadnya, seperti 104 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1919, di mana pakelem di danau menggunakan 3 ekor kerbau dan 1 ekor babi seharga 1.000,” jelasnya.

Sebagai bentuk bakti kepada Ida Bhatari, pelaksanaan upacara ini berlangsung secara gotong royong. Masyarakat Adat Batur bersama Batun Sendi Ida Bhatari Sakti pun bekerja secara kolaboratif untuk menyukseskan yadnya. Adapun upacara pakelem ke puncak, masyarakat adat Batur dibantu Desa Adat Sekardadi (Pucak Kanginan Gunung Batur) dan Desa Adat Buahan (Pucak Kawanan Gunung Batur). Sementara itu, masyarakat Batur bersama Batun Sendi Batur yang lain fokus di titik upacara di Pura Segara Ulun Danu Batur.

Pada saat pakelem di tengah segara turut dilaksanakan ritual nuwur tirtha amreta masyarakat Batur, yang diikuti Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendrajaya; Gubernur Bali 2018-2023, Wayan Koster; Bupati Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta; Dirjen Bimas Hindu, Prof. Dr. I Nengah Duija, serta sejumlah pejabat penting lainnya.

Menurut Prof. Duija, ritual Danu Kerthi yang menggunakan sarana kerbau dan babi sebagai sarana upacara adalah upaya mengembalikan harmonisasi alam semesta. “Bahwa selama sekian tahun yang lalu, 100 tahun lalu tentu sudah mengalami kekurangan unsur atau kelebihan unsur. Dalam konsep Hindu, inilah yang disebut alam yang netral, ketika semua unsur ini tidak ada yg melebihi dan kurang. Hari ini kita menyaksikan ritual, di mana siklus ritual menjadi momen penting bahwa alam semesta harus disempurnakan supaya lebih sempurna,” papar mantan Rektor IHDN Denpasar ini.

Ditekankan pula, pakelem bukan ritual membuang-buang binatang, tetapi binatang yang dikurbankan telah diberikan penyucian lebih dulu dan jiwa-jiwa dari binatang yang dipersembahkan sudah disucikan, sehingga perjalanan sang roh akan sempurna ketika lahir kembali. (128)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini