
Semarapura, DENPOST.id
Pantai Ketapang Kembar di Desa Gelgel, Klungkung ternyata menjadi idola baru bagi wisatawan khususnya para peselancar. Hampir setiap hari, puluhan wisatawan mancanegara melakukan berselancar di pantai sebelah timur Pura Watu Klotok tersebut. Sayangnya, fasilitas yang masih terbatas kerap menjadi kendala untuk pengembangan potensi Pantai Ketapang Kembar.
Seperti yang dikatakan salah seorang warga bernama Kadek Suardana. Menurut dia, ombak di depan Pura Ketapang Kembar mulai terkenal di kalangan wisatawan sejak sebelum Pandemi Covid-19. Biasanya, wisatawan asal Eropa dan juga Jepang yang ramai berselancar di pantai tersebut.
“Jika ombak sedang bagus, dalam sehari wisatawan yang datang bisa mencapai 50 orang. Tapi biasanya setiap mau ke sini, guide mereka menelepon saya dulu, tanya soal kondisi ombak,” ungkap Suardana ketika ditemui hendak membuka warungnya yang berada di samping Pura Ketapang Kembar, Jumat (10/11/2023).
Menurut Suardana, berkat promosi dari mulut ke mulut, kini setiap hari pantai yang tergerus abrasi tersebut makin ramai dikunjungi. Sayangnya, Suardana menyampaikan potensi tersebut belum ditangani serius oleh instansi terkait. Fasilitas pendukung menarik lebih banyak pengunjung sangat minim.
Tak jarang, Suardana mendapat keluhan dari wisatawan mengenai akses jalan, toilet, hingga tempat penitipan barang. Bahkan, karena minimnya fasilitas, warung kopi milik Suardana kerap berubah menjadi tempat penitipan barang. Bersama para guide mereka membuat balai-balai dari bambu untuk tempat berteduh.
“Warung saya ini sudah jadi tempat penitipan barang. Karena dari tempat parkir ke sini kan jauh, mereka tidak berani taruh barang di kendaraan. Banyak juga bule yang tanya toilet, dulu memang ada toilet yang dikelola Pokdarwis, tapi sekarang sudah tutup,” ujarnya.
Minimnya fasilitas penunjang tersebut tentunya menjadi kendala dan menimbulkan masalah baru. Para wisatawan kerap berebut tempat menitipkan barang di warung milik Suardana. Pernah juga, sejumlah barang milik wisatawan hilang. Mirisnya, Suardana sebagai pemilik justru tidak menikmati keuntungan karena mereka menitip secara gratis. Belum lagi mereka juga sudah membawa minuman dan makanan sendiri.
“Banyak (wisatawan) yang cuma taruh barangnya, tapi saat saya tawari membeli minum mereka menolak. Bahkan ada juga bule yang justru marah-marah, mengklaim warung saya sebagai miliknya sendiri, sehingga merasa bebas menaruh barangnya,” katanya.
Melihat banyak wisatawan yang berkunjung melakukan surfing, Suardana berharap potensi Pantai Ketapang Kembar ini bisa dilirik pemerintah. Apalagi tempat tersebut sudah terkenal di kalangan wisatawan.
“Saya juga tidak berani untuk menarik biaya sewa apapun, kalau tidak ada aturan jelas nanti saya justru disalahkan,” pungkas warga Desa Kamasan ini. (119)