Penting, Orangtua Mesti Jaga Ruang Komunikasi dengan Anak

puspa
RAKOR - Rapat Koordinasi Forum Komunikasi Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (FK Puspa) Kota Denpasar belum lama ini.

Kesiman, DENPOST.id

Kasus bunuh diri seorang siswa SMP di Gianyar beberapa waktu lalu mengundang keprihatinan banyak pihak. Bagaimana tidak, anak-anak yang semestinya ceria bermain dan belajar, malah memiliki pikiran pendek untuk mengakhiri hidup. Selain kasus bunuh diri, kasus perundungan (bullying) di sekolah dan kecanduan gawai yang berdampak buruk pada mental dan kejiwaan anak juga banyak menyita perhatian.

Terkait kondisi tersebut, Psikiater Dr. dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, Sp.K.J., mengatakan, orangtua memiliki peran penting dan utama dalam mencegah hal-hal buruk tersebut terjadi pada anak. Karenanya para orangtua mesti memperhatikan setiap perkembangan anak-anak mereka dengan cara menjaga ruang komunikasi dalam keluarga.
”Banyak sekali anak-anak maupun orang dewasa yang kecanduan dengan perangkat android atau gawai. Kalau dulu kita hanya melihat dampaknya di luar negeri, sekarang dampaknya ada di depan kita. Waktu tidur berubah, kewajiban belajar berubah dan mereka selalu merasa nyaman di dunia yang dibangun sendiri. Saat harus dihadapkan dengan kenyataan, misalnya ditegur untuk berhenti main gawai atau dimarahi, di sinilah mereka (anak) merasa sudah tidak berguna dan berharga lagi, sehingga melakukan tindakan-tindakan yang tidak seharusnya dilakukan,” kata Sri Wahyuni, di sela Rapat Koordinasi Forum Komunikasi Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (FK Puspa) Kota Denpasar belum lama ini.

Karena itu, lanjut Sri Wahyuni, orangtua atau keluarga harus mengatur waktu untuk berkomunikasi. “Adakan waktu bersama dan buat kesepakatan jam berapa keluarga tidak memegang HP, megang laptop maupun menonton televisi. Adakan acara ngobrol bersama. Kalau itu tidak berhasil disepakati dan anak sudah ngambek, ngamuk atau kabur, berarti harus segera mendapat penanganan, misalnya dengan mendatangi psikiater untuk menjalani terapi,” sarannya.
Sebetulnya, kata Sri Wahyuni, ketika anak sudah mulai menarik diri dari lingkungan yang normal atau wajar, itu menandakan perlu penanganan khusus dari psikiater. “Dampak dari kecanduan internet dan gawai ini sama sebetulnya dengan dampak kecanduan yang lain seperti obat-obatan terlarang. Karena itu perlu terapi khusus,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua FK Puspa Kota Denpasar, dr. I Gusti Agung Ayu Decy Partiwi mengatakan, untuk mencegah terjadinya masalah pada anak, FK Puspa lewat bidang perlindungan khusus anak gencar melakukan sosialisasi. Bersinergi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Forum Anak Kota Denpasar, FK Puspa mendatangi sekolah-sekolah untuk menyosialisaskan pencegahan kekerasan terhadap anak.
“Kami juga sosialisasi langsung ke orangtua untuk mengantisisapi agar tidak terjadi depresi pada anak. Jadi tidak hanya ke sekolah, tapi ke orangtua yang lebih sering bertemu dengan anak kita juga beri pemahaman. Sosialisasi kami lakukan menyeluruh lewat desa, kelurahan dan sekolah-sekolah. Kami memiliki tim yang lengkap untuk pendampingan, baik dari sisi hukum, kesehatan termasuk psikiater,” pungkasnya. (111)